Jakarta (ANTARA News) - Terpidana kasus korupsi distribusi minyak goreng pada 1999, Nurdin Halid, membantah terjadinya penangkapan terhadap dirinya oleh pihak kejaksaan.
"Tidak ada itu penangkapan di Menteng," katanya di Rutan Salemba, Jakarta, Senin.
Nurdin menjelaskan pihaknya bersepakat dengan kejaksaan untuk bertemu di Rutan Salemba, sehingga kejaksaan bisa melakukan eksekusi terkait putusan kasasi Mahkamah Agung yang menghukum dirinya dua tahun penjara.
Nurdin menjelaskan kronologi eksekusi terhadap dirinya berawal dari surat panggilan dari kejaksaan yang diterimanya pada 17 September 2007.
Setelah menerima surat panggilan, kata Nurdin, dirinya langsung mengadakan koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Nurdin mengaku meminta kelonggaran waktu untuk bertemu pihak kejaksaan setelah dirinya menerima salinan putusan MA.
"Sampai saat ini saya belum menerima atau membaca putusan MA," katanya.
Setelah melakukan koordinasi dengan kejaksaan, katanya, disepakati pada Selasa (18/9) sekitar pukul 05.00 WIB Nurdin bertemu dengan kejaksaan di Rutan Salemba.
Sebelumnya, Nurdin mengatakan kepada wartawan masih berada di luar kota dan baru akan memenuhi panggilan kejaksaan paling lambat Kamis (20/9).
"Depok kan juga luar kota," katanya, ketika ditanya yang dimaksud dengan luar kota.
Dia memutuskan untuk memenuhi panggilan kejaksaan secepatnya atas pertimbangan ketaatan pada hukum dan pemenuhan surat panggilan.
Mantan Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia (KDI), Nurdin Halid divinos dua tahun penjara oleh MA.
Majelis hakim kasasi MA dalam petikan putusan Nomor 1384K/Pid/2005 yang diterima Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Andi Samsam Nganro, menyatakan Nurdin Halid secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan minyak goreng.
Selain itu, Nurdin juga dikenai denda Rp30 juta subsider enam bulan penjara.
Seluruh barang bukti yang tercantum dalam daftar barang bukti tetap dilampirkan dalam berkas perkara, kata Andi.
Putusan itu diambil dalam rapat permusyawaratan hakim MA yang terdiri atas Iskandar Kamil, Parman Suparman, Joko Sarwoko, dan Mugiharjo pada 13 Agustus 2007.
Sebelumnya, pada pengadilan tingkat pertama Nurdin dituntut 20 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan minyak goreng menjelang bulan puasa.
Namun, majelis hakim membebaskan Nurdin. Majelis menyatakan bahwa perbuatan terdakwa dalam melaksanakan penugasan pemerintah untuk menyediakan stok minyak goreng menjelang puasa dan hari raya bisa dilakukan dengan menggunakan dana pendistribusian minyak goreng dari Bulog.
Oleh karena itu, majelis hakim memerintahkan JPU untuk membebaskan Nurdin dari segala dakwaan dan memulihkan nama baik dan harkatnya seperti semula.
Majelis juga memerintahkan JPU untuk mengembalikan semua barang bukti kepada pihak yang berhak, dalam hal ini KDI.
Waktu itu, JPU Arnold Angkouw langsung menyatakan kasasi atas putusan tersebut.
"Ini di luar dugaan kami. Kami menuntut terdakwa 20 tahun dan majelis hakim membebaskannya dari tuntutan JPU," kata Arnold.
Menurut Arnold, ada perbedaan persepsi dan pertimbangan antara majelis hakim dengan JPU, terutama mengenai kebijakan hasil rapat KDI yang menunda penyetoran dana hasil penjualan minyak goreng senilai Rp 169 miliar. Keputusan ini dinilai perbuatan melawan hukum. (*)
Copyright © ANTARA 2007