Samarinda (ANTARA News) - Tim dokter RSUD AW. Sjahranie Samarinda, Kaltim, berhasil melakukan Operasi Sectio Cesaria terhadap seorang ibu hamil penderita HIV/AIDS. Operasi itu dilakukan di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) pada Sabtu, 8 September sekitar pukul 09. 20 sampai pukul 10. 30 wita pekan lalu, oleh dr. Hamdy Wiradharma. SpOG, dokter spesialis kandungan, dibantu tiga perawat spesialis anastesi dan penata anastesi serta logistik dan "cleaning service", demikian diumumkan Senin. Operasi itu dilakukan terhadap pasien penderita HIV/AIDS melalui program Preventia of Mother-to-Child Transmission of HIV, yang dilakukan untuk meminimalkan risiko tertular terhadap bayi yang ibunya positif terinfeksi virus HIV.Ini merupakan operasi standar WHO yang baru pertama kali di Kalimantan Timur, dan kedua kalinya di wilayah Kalimantan, kata Direktur RSUD AW. Sjahranie Samarinda, Ajie Syirafuddin kepada sejumlah wartawan, di Samarinda, Senin. "Operasi Sectio Cesaria ini pertama kali di Kaltim terhadap pasien hamil penderita HIV. Operasi itu dilakukan sangat hati-hati sebab kesalahan sedikit saja, maka virus HIV itu akan menyebar dan menjangkiti bayinya, bahkan tim dokter pun bisa terinfeksi," ujarnya. Operasi itu dilakukan atas prakarsa pihak manajemen RSUD AW. Sjahranie, dan biaya ditanggung sepenuhnya pihak rumah sakit. "Mulai proses persiapan hingga pada acara selamatan atas keberhasilan itu, biayanya ditanggung rumah sakit. Bayi seberat 2.500 gram dengan panjang 48 centimeter itu lahir normal dan kita beri nama Septia Hamdy, berdasar bulan kelahiran dan nama dokter yang menanganinya," kata Ajie. Sementara, Master Trainer CST WHO, Dr. Sunarto ANG mengungkapkan, ibu yang positif HIV tidak boleh melahirkan secara normal, sehingga harus melalui operasi Sectio Cesario. Dikatakannya, sebelum operasi dilakukan, pasien harus menjalani pengobatan khusus dan diberi ARV (Anti Retro Viral), obat untuk menekan replikasi atau penggandaan virus HIV. "Jika tidak diberikan ARV, maka virus itu akan berkembang terus dan sangat besar kemungkinan akan tertular pada bayinya. Kemungkinannya bisa mencapai 50 persen. Namun, jika diterapi melalui ARV, kemungkinan tertularnya sangat kecil hingga hanya tiga persen," kata Sunarto ANG. Ia menjelaskan, anak yang lahir dari ibu penderita HIV tidak boleh disusui. Perawatan anak itu juga harus dilakukan secara seksama hingga usia 18 bulan. "Anak itu hanya diberi susu kaleng sebab tidak boleh disusui. Kepastian apakah bayi itu tidak tertular baru bisa dipastikan pada usia 18 bulan," ujarnya. Ketua Tim Sectio Cesaria, dr. Hamdy Wiradharma, mengungkapkan pasien tersebut merupakan binaan sebuah LSM yang diketahui terjangkit virus HIV dari suaminya yang telah meninggal beberapa bulan lalu. Persiapan operasi itu dilakukan sejak usia tiga bulan kandungan wanita berusia 29 tahun itu. "Pasien merupakan IRT yang tertular dari suaminya. Kondisi bayi lahir normal dan sehat, namun perlu diterapi secara rutin. Persiapan kita lakukan dengan sangat hati-hati dan semua ruangan serta wadah harus disterilkan dan langsung dimusnahkan usai operasi," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007