Makassar (ANTARA News) - Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara agraris, karenanya mayoritas penduduk pada zamannya menggantungkan hidupnya sebagai petani.

Anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa kekayaan alam serta letak geografis Indonesia yang dinilai begitu strategis, sebab berada di daerah tropis dengan intensitas curah hujan yang tinggi membuat beragam jenis tumbuhan dapat hidup dengan subur dan cepat dinikmati hasilnya sehingga menjadi alasan kuat mengapa masyarakat lebih tertarik menjadi seorang petani.

Namun seiring perkembangan zaman yang serba cepat dengan pembangunan yang begitu berkembang khususnya di daerah perkotaan seperti di Sulawesi Selatan, memunculkan tantangan tersendiri bagi keberlangsungan hidup para petani.

Seperti Kota Makassar yang terus mengalami perkembangan pembangunan yang pesat, memberikan berbagai dampak bagi masyarakat.

Masyarakat kemudian berani mulai meninggalkan profesinya sebagai petani dan mencoba mencari pekerjaan baru di perkotaan seperti menjadi tukang bangunan, tukang ojek, buruh hingga memilih pekerjaan jual beli.

Keputusan masyarakat juga bukan semata karena pemikiran ekonomi, hal itu juga disebabkan semakin berkurangnya lahan yang bisa digarap akibat pembangunan khususnya di Kota Metropolitan Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar).

Tidak sedikit sawah petani kemudian dijual ke pengusaha properti untuk selanjutnya dialih fungsikan sebagai perumahan.

Selain lahan yang sempit, persoalan kondisi alam atau musim penghujan yang tidak menentu di Sulsel belakangan ini membuat petani sawah tadah hujan semakin kesulitan untuk menentukan kapan memulai penaman padi.

Sebab jika salah perhitungan atau tidak sesuai prediksi, maka tanaman akan mengalami kekeringan atau menderita gagal panen yang tentu sangat merugikan para petani.

Sulitnya atau mahalnya harga pupuk juga menjadi salah satu persoalan yang membuat petani berfikir untuk meninggalkan profesinya dan mencari tempat pencaharian yang baru.

Keberadaan pupuk menjadi hal yang begitu vital dengan kondisi sekarang ini yang begitu banyak muncul jenis hama baru yang dapat merusak dan mematikan tanaman petani.

Begitupun dengan peternak, ancaman pencurian ternak di desa-desa, penyakit hewan, sulitnya mendapatkan pakan karena semakin menyempitnya lahan, ataupun dampak bencana banjir yang mematikan hewan peliharaan, juga turun menambah persoalan.

Hal sama juga dirasakan para nelayan yang sering kali tidak melaut karena kondisi cuaca yang tidak bersahabat dan bahkan ektrim yang tidak sedikit membahayakan nyawa para nelayan.

Melihat kondisi yang terjadi, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil terobosan berupaya pemberian asuransi baik bagi para petani, nelayan ataupun peternak.

Kementan misalnya kemudian mempercayakan kepada PT (Persero) Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) untuk menjalankan pemberian asuransi tersebut.

PT Jasindo sejak beberapa tahun terakhir sudah bergerak untuk dapat melindungi dan menjaga para petani, peternak dan nelayan.

Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebutkan hingga September 2018, pihak Jasindo telah mengasuransikan seluas 8.356 hektar sawah petani di Sulawesi Selatan (Sulsel).

"Sesuai data yang kami terima dari pihak Jasindo hingga September tahun ini menyebutkan seluas 8.356 hektar sawah petani di Sulsel telah diasuransikan oleh pihak perusahaan tersebut," kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wilayah VI Sulawesi Maluku Papua (Sulampua) Zulmi.

Jumlah tersebut masih kurang jika melihat total asuransi sawah petani pada 2017 yang mencapai total seluas 12.317, 85 hektar. Dari total luas sawah yang telah diasuransikan hingga September 2018 klaim asuransi berjumlah sekitar Rp2,67 miliar.

Adapun untuk biaya premi asuransi yang harus dibayarkan itu sebesar Rp180 ribu, di mana 80 persen dibayar oleh Kementerian Pertanian dan sisanya 20 dibayar oleh petani pemilik sawah.

Wakil Ketua Jasindo Cabang Makassar Wahyu menjelaskan pihaknya menargetkan mengasuransikan sebanyak 22.500 ekor sapi di Provinsi Sulawesi Selatan sepanjang tahun 2018.

PT Jasindo Persero akan terus melakukan sosiasliasi di 24 kabupaten/kota di Sulsel untuk bisa merealisasikan target hingga akhir tahun ini.

"Kita terus rutin melakukan sosialiasi dengan para peternak di berbagai kabupaten/kota di Sulsel. Tentu kami lebih dulu berkoordinasi dengan pihak dinas peternakan provinsi dan kabupaten untuk memaksimalkan sosialisasi," katanya.

Berdasarkan data 2017, Jasindo mampu merealisasikan hingga 13 ribu sapi yang telah diasuransikan. Dari puluhan ribu sapi yang berhasil diasuransikan itu, merupakan kontribusi dari beberapa daerah.

Seperti di antaranya Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bone. Bahkan kontribusi kabupaten itu memang begitu besar hingga diatas 50 persen sehingga akan kembali menjadi target untuk realisasi tahun ini.

Terkait sosialisasi yang akan terus dilaksanakan, dirinya mengaku cukup efektif untuk memperkenalkan apa saja yang bisa didapatkan para peternak jika mengasuransikan ternaknya di Jasindo.

Di antaranya biaya yang lebih murah namun sudah mendapat tanggungan premi jika terjadi sesuatu pada ternak mereka.

Untuk biaya asuransi ini sebenarnya Rp200 ribu per bulan, namun karena mendapatkan jaminan subsidi dari pemerintah hingga 80 persen, membuat peternak hanya dibebankan membayar iuran sebanyak Rp40 ribu.

Jadi dengan berasuransi, maka para peternak akan mendapatkan premi jika terjadi kecurian ataupun ternaknya mati. Dan untuk premi yang akan bayarkan minimal Rp10 juta.

Untuk triwulan pertama 2018, Jasindo mengaku telah mengasuransikan sebanyak 3.386 sapi di Sulawesi Selatan. Sementara jumlah premi dari total sapi yang telah dalam tanggungan itu mencapai Rp677 juta.

Sementara untuk asuransi nelayan, Jasindo telah mengasuransikan dalam kurun tahun 2017 sebanyak 47.755 nelayan di Provinsi Sulawesi Selatan.

Namun untuk tahun ini belum memiliki data lengkap karena masih fokus dalam proses pelaksanaan karena anggarannya berasal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam upaya melayani kebutuhan nelayan yang belum terdaftar asuransi itu.

Jaminan yang ditanggung dalam asuransi tersebut antara lain nelayan yang mengalami kecelakaan dan memerlukan biaya pengobatan, mengalami cacat tetap, meninggal dunia karena kecelakaan dalam bekerja, dan nelayan meninggal yang disebabkan bukan karena aktivitas penangkapan ikan.

Nelayan yang memiliki asuransi mendapatkan santunan kecelakaan akibat melakukan aktivitas penangkapan ikan sebesar Rp200 juta apabila meninggal dunia, dan sebesar Rp 100 juta apabila mengalami cacat tetap dan untuk biaya pengobatan sebesar Rp20 juta.

Anggaran Rp4,1 Miliar

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan pihaknya menyiapkan anggaran untuk asuransi bagi para petani dan peternak di Indonesia mencapai Rp4,1 triliun pada setiap tahun.

"Jadi kita mencover para petani dan peternak dengan asuransi untuk memberikan rasa aman melakukan produksi yang anggarannya rata-rata mencapai Rp4,1 triliun setiap tahun," katanya.

Anggaran yang disiapkan untuk asuransi petani itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran ini juga merupakan hasil atau sumbangsi penghematan yang dilakukan Kementerian Pertanian seperti peniadakan anggaran pembelian mobil, pengecekan kantor, serta acara seremonial yang dianggap tidak perlu.

Untuk asuransi ini sendiri, kata dia, untuk memberikan rasa aman bagi petani atas bencana alam, banjir, kekeringan yang membuat tanaman puso, termasuk bagi asuransi peternak yang ditanggung jika hewan peliharaannya mati.

"Untuk anggaran tahun depan belum ditetapkan, namun tetap ada. Kami sebelumnya hanya fokus untuk sawah tapi kini sudah ada juga asuransi sapi. Ini merupakan komitmen Presiden untuk kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Menurut Amran, asuransi tani yang dikelola PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) itu merupakan wujud program Presiden Jokowi yang ingin agar pemerintah selalu hadir di sisi petani.*

Baca juga: Petani klaim 295 hektare padi gagal panen ke Jasindo senilai Rp1,8 miliar

Baca juga: Mentan luncurkan asuransi sawah dan sapi hindarkan petani dari kerugian

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018