Jakarta (ANTARA News) - Hari Minggu (2/12) menjadi waktu yang kelam dalam catatan proses pembangunan bangsa.
Pemerintah Republik Indonesia yang tengah memeratakan pembangunan di daerah terpencil mendapat ujian dan bahkan memakan korban.
Insiden penembakan terjadi kepada sejumlah pekerja yang sedang mengerjakan proyek infrastruktur, yakni di jembatan Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi Kabupaten Nduga, Papua.
Sebanyak 19 pekerja dari PT Istaka Karya gugur diterjang peluru kelompok kriminal bersenjata yang diduga dipimpin oleh Egianus Kogoya.
Para pekerja itu berada di Kabupaten Nduga untuk melakukan pekerjaan membangun satu dari 35 jembatan yang seharusnya dibangun di jalan Trans Papua seksi Wamena-Mumugu.
Menurut keterangan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, pada Rabu (5/12), panjang jalan di seksi Wamena-Mumugu adalah 278 kilometer.
Pembangunan 35 jembatan itu dikerjakan oleh dua perusahaan, terdiri dari 24 jembatan oleh PT Brantas dan 11 jembatan oleh PT Istaka Karya.
Total pencapaian pembangunan jalan baru Trans Papua pada 2015-2019 nanti yakni 1.052 kilometer.
Sementara itu, pemerintah menargetkan untuk membangun jalan Trans Papua sepanjang 4.600 kilometer yang akan memudahkan konektivitas di daerah itu.
Basuki menjelaskan bahwa tantangan dalam membangun infrastruktur jalan di Papua adalah medan yang sulit dan kondisi keamanan yang dinamis.
Terdapat daerah-daerah yang dinilai masih rawan kejahatan oleh kelompok kriminal bersenjata.
Hal itu juga dinyatakan oleh Presiden RI Joko Widodo yang menegaskan kondisi alam dan tantangan pembangunan jalan Trans Papua begitu sulit.
Untuk membawa kendaraan berat pembuka jalan dan suplai aspal pun harus diangkut dengan helikopter untuk menuju pedalaman yang belum dapat terakses.
"Ini yang menyebabkan kadang-kadang sebuah proyek itu harus berhenti dulu, misalnya, karena alat yang sangat sulit dan kadang-kadang keamanan juga masih perlu perhatian. Sehingga yang bekerja di sana betul-betul bertaruh nyawa," jelas Presiden.
Kendati bertaruh nyawa dan medan sulit yang dihadapi, pemerintah bertekad untuk terus melanjutkan pembangunan infrastruktur di tanah Papua itu.
Nyali yang besar itu hanya bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di daerah terpencil yang selama ini berjalan sangat lambat.
Pada 2015-2019, pembangunan jalan baru Trans Papua akan mencapai sepanjang 945 kilometer, dan jalan baru perbatasan yakni 107 kilometer.
Sementara itu pemerintah juga melakukan perawatan bagi jalan yakni sepanjang 4.160 kilometer di Tanah Papua.
Itulah tekad pembangunan yang dibangun di Papua dalam kepemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Bukan yang pertama
Penembakan kepada pekerja jalan Trans Papua bukan hanya terjadi pada tahun 2018 saja. Menurut catatan Antara, kontak senjata kerap terjadi, bahkan juga memakan korban jiwa sejak 2016.
Pada 22 Agustus 2016, seorang operator ekskavator bernama Simon tewas ditangan KKB.
Kejadian penyerangan pun pernah terjadi pada 12 Desember 2017.
Penembakan itu dilakukan oleh KKB kepada pekerja operator ekskavator yang melakukan pekerjaan jalan Wamena-Nduga.
Seringkali KKB mengira para korban adalah aparat keamanan yang bertugas.
Akibat kejadian itu, seorang operator ekskavator bernama Vicko tewas, sementara seorang anggota TNI mengalami patah kaki dan senjatanya dirampas oleh KKB.
Kendati demikian, semangat pembangunan terus menyala dalam membangun infrastruktur di Papua.
Hingga pada Minggu (2/12) insiden berdarah kembali terjadi mewarnai sejarah pembangunan di bumi cenderawasih.
Presiden Jokowi menyampaikan rasa berduka cita dan kesedihan mendalam atas insiden tersebut.
Jokowi pun meminta aparat keamanan mengejar dan menangkap para pelaku.
"Saya tegaskan bahwa tidak ada tempat untuk kelompok-kelompok kriminal bersenjata seperti ini di tanah Papua, maupun seluruh pelosok tanah air. Dan kita juga tidak akan pernah takut," ujar Jokowi.
Presiden menegaskan para pekerja harus mendapat penjagaan aparat keamanan dalam mengerjakan pembangunan jalan.
Insiden tersebut tidak menghentikan semangat pemerintah menggencarkan pembangunan di Papua.
Cari eksistensi
Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta pada Rabu (5/12) menjelaskan kejadian itu sebagai tanda eksistensi kelompok kriminal bersenjata di wilayah itu.
Tito menduga serangan itu dilakukan oleh kelompok pimpinan Egianus Kogoya yang telah sering melakukan penyerangan di kawasan Kabupaten Nduga.
Tanggal 1 Desember menurut Tito menjadi waktu penting bagi kelompok Organisasi Papua Merdeka.
Namun, alih-alih membawa kesejahteraan, KKB malah menyasar pekerja sipil yang sedang membangun infrastruktur demi kesejahteraan masyarakat di tanah Papua.
PT Istaka Karya pun telah berhasil mengidentifikasi jenazah para pahlawan pembangunan Trans Papua yang gugur pada tragedi 2 Desember 2018.
Setelahnya perusahaan BUMN itu mengirimkan jenazah masing-masing ke daerah asal pada Jumat.
Dari enam belas korban yang terindentifikasi, delapan jenazah berasal dari Toraja, Sulawesi Selatan, dua jenazah berasal dari Gowa, Sulawesi Selatan, empat jenazah dari Palu, Sulawesi Tengah, satu jenazah dari Nusa Tenggara Timur, serta satu jenazah berasal dari Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Sementara tiga korban lain masih dalam upaya penyisiran oleh petugas keamanan di sekitar lokasi jembatan Habema-Mugi jalan Trans Papua.
Namun, upaya pencarian tidaklah mudah. Rentetan tembakan mewarnai setiap upaya tim gabungan TNI dan Polri saat hendak mengevakuasi jenazah menggunakan helikopter.
Selain menyerang pekerja, para anggota KKB menyerang pos TNI di Mbua, dan menyebabkan satu prajurit TNI, Sertu Anumerta Handoko, gugur.
Penyematan pahlawan tidak berlebihan jika diberikan kepada para pekerja mengingat bahaya yang mengincar mereka setiap hari, seperti kondisi alam pegunungan yang terjal, cuaca yang ekstrim, bahkan gangguan keamanan yang kerap didapat.
"Mereka pahlawan-pahlawan untuk pembangunan Papua. Ini (para pekerja) mereka (KKB) tanpa belas kasihan bawa dan mereka lakukan pembunuhan, ini sangat disayangkan karena para pekerja datang untuk membangun, membantu dan saya sangat yakin masyarakat merasa terbantu dan menunggu," jelas Tito.
Mantan Kapolda Papua itu menambahkan rakyat Papua sesungguhnya menunggu pembangunan itu selesai dan banyak juga yang mengapresiasi.
Menurut Tito, dialog dengan masyarakat di sekitar lokasi pembangunan terus dilakukan oleh pekerja pembangunan agar rakyat Papua dapat menerimanya.
Koordinasi yang intens pun, ungkap Tito, perlu dilakukan untuk mengetahui dinamika jaringan KKB.
"Ada saatnya kooperatif, ada saatnya mereka akan lebih ofensif karena 1 Desember," jelas Tito.
Senjata para KKB itu dinilai Tito didapat dari sejumlah anggota TNI dan Polri yang gugur saat bertugas. Selain itu, ada juga yang berasal dari bekas konflik Ambon.
"Ketiga melalui jalur-jalur ilegal di perbatasan Papua Nugini. Saya tidak mengatakan dari pemerintah ya. Tapi dari jalur ilegal oknum-oknum di perbatasan Papua Nugini itu beberapa kali juga kita tangkap," jelas Tito.
Sementara itu, tokoh masyarakat Papua mengecam penembakan kepada puluhan pekerja yang sedang mengerjakan pembangunan di Papua.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum DPN Gerakan Cinta Rakyat (Gercin) NKRI, Hendrik Yance Udam, di Jakarta pada Kamis lalu.
Insiden penembakan di Papua, dinilainya sebagai tragedi pelanggaran HAM.
"Kami mendukung pemerintah, dalam hal ini TNI dan Polri untuk menangkap para pelaku kejahatan kemanusiaan KKB yang selama ini membuat onar di wilayah Papua dan terlebih khusus di wilayah Pegunungan Tengah Papua," ujar Hendrik.
Hendrik mengapresiasi upaya pemerintah menyejahterakan Papua melalui pembangunan akses agar pertumbuhan di pelosok meningkat.
Seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya Papua, prihatin akan kejadian penyerangan itu.
Tujuan pemerintah yang ingin membangun infrastruktur, memeratakan pembangunan nasional dari daerah terhambat hanya karena ego kelompok.
Papua yang sejahtera, terhindar dari gizi buruk, dan BBM satu harga hanya menjadi impian jika pertumpahan darah terus terjadi dan menghambat pembangunan akses transportasi.
Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018