Jakarta (ANTARA News) - Tersangka kasus penyelewengan dana prajurit TNI yang dikelola PT Asabri, Mayjen (Purn) Subarda Midjaja, Senin, berencana mencabut permohonan praperadilan atas penyidikan dan penahanan yang dilakukan Kejaksaan Agung (kejakgung) terhadap dirinya.
Kuasa hukum Subarda, Hendrik Jehaman, setelah sidang perdana perkara tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjelaskan, surat pencabutan diterima tim kuasa hukum Jumat (16/9).
Hendrik mengaku tidak mengetahui alasan pencabutan tersebut. "Pak Subarda hanya bilang tidak punya pilihan lain," katanya.
Surat pencabutan tersebut ditujukan kepada tim kuasa hukum. Dalam surat tersebut, tim kuasa hukum diperintahkan untuk menyampaikan kepada hakim tentang pencabutan tersebut.
Menanggapi permohonan pencabutan, hakim Ahmad Shalihin meminta surat pencabutan ditujukan kepada Ketua PN Jakarta Selatan.
Sidang akan dilanjutkan Selasa, 18 September 2007 dengan agenda pengajuan surat permohonan pencabutan.
Sebelumnya Subarda melalui kuasa hukumnya menyatakan, Kejakgung tidak berhak melakukan penyidikan dan penahanan terhadap dirinya atas tuduhan korupsi di Asabri mengingat penyidikan kasus itu telah dihentikan oleh Mabes Polri dengan diterbitkannya Surat Ketetapan tentang Penghentian Penyidikan (SKPP).
Menurut tim kuasa hukum, Kejakgung tidak bisa memeriksa, apalagi menahan, seseorang yang sudah dinyatakan tidak bersalah oleh kepolisian.
Tindakan Kejakgung yang tetap melakukan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi PT Asabri dengan tersangka Subarda juga dinilai telah menyalahi pasal 109 dan 138 KUHP.
Pasal tersebut menyebutkan seharusnya kajaksaan melakukan fungsi supervisi dan memberikan nasihat terhadap jalannya penyidikan yang dilakukan kepolsian.
Kejakgung dinilai menyalahi pasal tersebut karena tidak melaksanakan fungsi supervisi selama dilakukan penyidikan di kepolisian, tetapi justru tidak mengindahkan SKPP yang diterbitkan.
Dugaan penyelewengan dana prajurit TNI yang dikelola PT Asabri berawal dari pemberian pinjaman uang senilai Rp410 miliar dari perusahaan yang mengurus asuransi dan perumahan prajurit TNI itu ke pengusaha Henry Leo.
Pemberian pinjaman itu dilakukan pada tahun 1996, saat Asabri dipimpin oleh Mayjen (Purn) TNI Subarda Midjaja dan disebut-sebut pemberian pinjaman itu dilakukan karena kedekatan pribadinya dengan Henry Leo.
Transaksi peminjaman uang itu melibatkan BNI 46 dan Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit dan PNS (YKPP).
Pada tahun 1997, Subarda dicopot dari jabatannya sebagai Dirut Asabri dan pada tahun 1999 Departemen Pertahanan melaporkan raibnya uang prajurit itu sebagai kasus penggelapan senilai Rp410 miliar.
Pinjaman uang itu dimaksudkan untuk investasi Henry Leo dalam artian membeli sebuah bangunan bertingkat 12 di Hongkong, namun belakangan pengusaha itu hanya sanggup mengembalikan sebesar Rp185 miliar (tahun 2002).
Dephan pernah memberikan tengat waktu hingga 1 Agustus 2006 untuk penyelesaian pinjaman namun karena tidak ada tindak lanjut yang konkret maka satu pekan kemudian lembaga itu melaporkan kasus tersebut untuk ditindaklanjuti Puspom TNI.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007