Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) DPR hari Senin mengeluarkan pernyataan yang menilai pemerintah telah gagal dalam melaksanakan tugas sebagai regulator untuk mengendalikan harga sembako yang merupakan kebutuhan pokok pangan masyarakat banyak. Dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan di Jakarta, F-PAN DPR menyimpulkan bahwa pemerintah tidak memiliki kepekaan dalam melaksanakan kewajibannya untuk menjamin ketersediaan kebutuhan sembako dengan harga yang terjangkau. "F-PAN mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah-langkah nyata yang dapat meringankan beban hidup warga masyarakat dalam menghadapi melonjaknya harga-harga sembako," demikian pernyataan yang ditandatangani Ketua Fraksi PAN Zulkifli Hasan dan Sekretaris F-PAN Mohammad Yasin Kara. Menurut F-PAN, pemerintah tidak mampu mengantisipasi pokok permasalahan yang menyangkut kebutuhan pangan masyarakat dan bahkan mengambil kebijakan yang tidak mendukung. "Contohnya kebijakan pemerintah menaikkan tarif tiga belas ruas jalan tol dan jalan tol lingkar luar Jakarta berdampak kepada kenaikan biaya distribusi pangan. Berarti pemerintah terkesan sudah tidak peduli bahwa kenaikan tarif tol akan memicu semakin melonjaknya harga sembako karena ongkos distribusi menjadi semakin meningkat," kata Zulkifli. F-PAN melalui anggotanya di Panja Asumsi Panitia Anggaran juga menyatakan menemukan kesalahan akuntansi mengenai depresiasi atas aset Pertamina di sektor hulu yang menjadi bagian dari "cost recovery" Pertamina. "F-PAN berpendapat masalah ini suatu kesalahan akuntansi yang sangat fatal dan tidak tertutup kemungkinan merupakan suatu manipulasi akuntansi yang sangat merugikan negara yang menjurus pada penjarahan uang negara," kata Zulkifli. Jumlahnya disebut sebesar Rp21,85 triliun yang terdiri atas unsur tanah (Rp3,757 triliun), bangunan (Rp802,6 miliar), mesin (Rp8,536 triliun), sumur migas (Rp8,445 triliun), rig equipment (Rp257 miliar) dan kendaraan serta sistem telekomunikasi (Rp51,5 triliun). F-PAN menuntut dana "cost recovery" sebesar Rp18 triliun yang telah dibayarkan kepada Pertamina EP harus dikembalikan ke kas negara dan sisa pembebanan biaya depresiasi tahun anggaran 2008 juga dibatalkan. Dari kasus tersebut, F-PAN juga menuntut agar kontrak-kontrak di bidang pertambangan dan migas yang berpotensi merugikan keuangan negara direvisi serta mendorong BPK melakukan audit investigasi.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007