Jakarta (ANTARA News) - Komisi I DPR mendesak Pemerintah untuk menolak perjanjian kerja sama pertahanan (Defense Cooperation Agreement/DCA) antara Indonesia dan Singapura karena Pemerintah Singapura telah secara sepihak melakukan langkah-langkah yang belum dikoordinasikan dengan pihak Indonesia.
"Jika benar Pemerintah Singapura sudah meratifikasi kerja sama pertahanan dengan Indonesia padahal ada beberapa poin yang belum disepakati dengan Indonesia maka sudah seharusnya Pemerintah Indonesia bersikap tegas," kata Ketua Komisi I DPR Theo L. Sambuaga dalam rapat kerja menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dengan Komisi I DPR di Gedung DPR RI Jakarta, Senin.
Theo mengatakan, selama ini Singapura terkesan mengambangkan pembahasan mengenai DCA terutama yang menyangkut aturan pelaksanaan atau Implementing Arrangement (IA) di area latihan Bravo.
Komisi I menilai langkah Singapura yang terkesan mengabaikan bahkan telah melakukan langkah sepihak dengan meratifikasi DCA tersebut merupakan langkah yang melanggar etika sehingga Pemerintah perlu untuk segera mengambil sikap tegas atas apa yang dilakukan oleh Singapura.
Menanggapi itu, Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono mengatakan, pihaknya akan terlebih dahulu mengklarifikasi apakah benar Singapura telah meratifikasi kesepakatan kerja sama yang telah ditandatangani kedua negara pada 27 April tersebut.
"Verifikasi akan dilakukan dalam pertemuan antara Menlu kedua negara. Jadi, kita menunggu hasil pertemuan kedua Menlu," katanya.
Ia menambahkan, jika benar parlemen Singapura telah meratifikasi perjanjian tersebut maka Singapura telah melanggar kesepakatan yang telah ditandatangani kedua Kepala Pemerintahan, termasuk kesepakatan yang diatur dalam DCA itu sendiri.
Menhan juga mengatakan pemerintah telah berusaha keras untuk memperbaiki substansi perjanjian kerja sama tersebut.
Pada awal Juni 2007 Indonesia telah menyampaikan pokok-pokok pikiran kepada Singapura antara lain DCA tidak bersifat
self executing dan karenanya seperti diamanatkan pasal 6, kedua pihak perlu menyepakati pengaturan yang lebih rinci mengenai teknis, administratif dan operasional penggunaan area latihan.
Selain itu, tambah Menhan, pengaturan lebih rinci tersebut sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggugurkan DCA namun untuk melengkapi sesuatu yang belum diatur dalam pasal 6 DCA.
"Usul untuk melengkapi IA di area Bravo diajukan dengan tulus sehingga bisa dihindarkan salah pengertian dalam pelaksanaan pada masa mendatang," kata Menhan.
Juwono mengatakan, pemerintah tidak akan menyerahkan dokumen DCA kepada DPR untuk ratifikasi tanpa disertai aturan pelaksana/IA karena DPR telah menuntut pengaturan tentang penggunaan area latihan di area bravo.
Menhan menambahkan menanggapi surat PM Singgapura Lee Hsien Loong tertanggal 22 Mei 2007 lalu, Presiden Susilo Bambag Yudhoyono dalam surat jawaban tertanggal 26 Mei 2007, telah memberikan mandat penuh kepada Panglima TNI untuk melakukan perundingan dengan mitranya di Singapura guna menyelesaikan permasalahan tersebut.
Terkait dengan itu maka kedua pihak dapat segera membahas pengaturan rinci IA sehingga dapat segera ditandatangani oleh kepala staf angkatan kedua negara.
"Jadi saat ini bola berada di tangan Singapura dan pihak Indonesia berada pada posisi menunggu," kata Juwono. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007