Jakarta (ANTARA News) - Kebangkitan populisme sayap kanan di Indonesia disebut berisiko menimbulkan perpecahan karena membenturkan dan menimbulkan kecurigaan antargolongan dan antarkelas.
Pengamat politik Sirojudin Abbas di Jakarta, Kamis, menyebut populisme sayap barat sebelumnya telah bangkit di Eropa, seperti di Prancis saat Marie Le Pen dicalonkan menjadi capres serta di AS saat Donald Trump memenangkan pemilu.
Menurut dia, populisme sayap kanan dimunculkan di Indonesia oleh calon presiden Prabowo Subianto yang dalam berkampanye menggabungkan sentimen politik berbasis agama dengan retorika populis kerakyatan.
"Risiko perpecahan terbuka kalau tim Prabowo melanjutkan mirip seperti dilakukan di negara AS dan Eropa," ucap Abbas.
Strategi kampanye seperti itu, kata dia, diarahkan untuk membuat kontra antara penguasa dan rakyat serta elite dan masyarakat miskin.
"Strategi ini secara sadar dijalankan. Risikonya di masyarakat ada rasa ketidakpercayaan antarkelompok," ucap Abbas.
Ia berpendapat pengalaman Pilkada DKI pada 2016 populisme sayap kanan telah berkembang dan berhasil memenangkan Anies dan Sandiaga. Akibat Pilkada DKI, ujar Abbas, masyarakat terpecah belah, bahkan umat Islam.
Sementara itu, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga menampik menggunakan strategi yang disebutkan itu dan mengklaim menjalankan kampanye yang baik untuk memenangkan hati masyarakat.
"Saya bisa pastikan dari kami BPN tidak memainkan itu. One man one vote, jadi dimenangkan hatinya dengan cara yang baik," ujar juru kampanye BPN Intan Fauzi.
Menurut Intan, selama ini apabila terdapat pandangan kubu Prabowo menyerang sementara kubu Jokowi bertahan, hal tersebut menunjukkan kelihaian dan kedewasaan dalam berdemokrasi.
Pilpres 2019 diikuti dua pasangan calon presiden yaitu nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Baca juga: Pernyataan Prabowo dinilai untuk gerus kepercayaan pada media
Baca juga: Habib Ali doakan Prabowo saat Haul Habib Kwitang
Baca juga: Prabowo dan AHY hadiri peringatan Haul Habib Kwitang
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018