Melalui sistem "gross split" yang telah berhasil menarik minat banyak investor global, dia mengatakan akan terjadi efisiensi anggaran karena sistem tersebut tidak lagi menjadi beban APBN seperti halnya sistem "PSC cost recovery"
Jakarta (ANTARA News) - Keputusan kontraktor migas asing, Eni SPA, meninggalkan sistem "cost recovery" ke "gross split" dalam pengembangan lapangan Merakes di Blok Sepinggan, Kalimantan Timur, dinilai positif bagi iklim investasi hulu migas Indonesia.
"Artinya, bagi Eni, sistem itu menguntungkan mereka. Jika tidak menguntungkan mereka, maka mereka akan tetap cost recovery," kata pengamat energi Abadi Purnomo, alumni Universitas Auckland, saat dalam keterangan yang diterima, Kamis.
Menurut Abadi, ketergantungan terhadap minyak di Indonesia sudah sangat tinggi, karena selain melakukan diversifikasi sumber energi, pemerintah juga harus berusaha keras menemukan cadangan-cadangan minyak baru agar produksi nasional terus meningkat.
Apalagi produksi minyak nasional hingga kini masih mengandalkan sumur-sumur tua yang produksinya terus menyusut.
Melalui sistem "gross split" yang telah berhasil menarik minat banyak investor global, dia mengatakan akan terjadi efisiensi anggaran karena sistem tersebut tidak lagi menjadi beban APBN seperti halnya sistem "PSC cost recovery".
"Gross split itu positif karena tidak membebani APBN. Karena kalau di PSC, semuanya ditanggung, sehingga membenani negara," ujar alumni Aucland University ini lugas.
Selama ini setiap tahun biaya "cost recovery" yang disiapkan APBN mencapai 10-12 miliar dolar AS atau sekitar Rp150 - Rp180 triliun.
Dengan berkurangnya biaya "cost recovery", pemerintah bisa mengalokasikannya untuk sektor-sektor produktif seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Eni memilih sistem "gross split" setelah sebelumnya Kementerian Energi Sumber Daya Manusia (ESDM) menyetujui "plan of development (POD)"lapangan Merakes setelah memangkas biaya pengadaan barang dan jasa hingga mencapai 1,080 miliar dolar AS atau hampir Rp15 triliun.
Kontrak Blok Sepinggan sendiri diteken pada 20 Juli 2012 dan berakhir 19 Juli 2042 dengan cadangan gas sekitar 814 BCF.
Produksi awal lapangan Merakes ditargetkan tahun 2019, namun dengan peralihan ke gross split akan mundur ke tahun 2021.
Wakil menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan, proses Eni beralih dari "cost recovery" ke "Gross Split" relatif mudah dan sangat cepat.
"POD Blok Merakes dengan gross split paling lambat akan ditandatangani 12 Desember ini. Ini adalah kontraktor pertama yang beralih dari Cost Recovery ke Gross Split," kata Arcandra di Kementerian ESDM, Selasa (04/12).
Menurut Arcandra Eni memutuskan beralih ke gross split karena sistem ini lebih memberikan kepastian investasi, dengan proses yang sederhana dan tentu saja menciptakan efisiensi.
Eni juga akan mendapatkan bagi hasil lebih tinggi jika mampu menggunakan lokal konten lebih tinggi.
Dengan lokal konten 30-50 persen akan kontraktor mendapatkan split 2 persen.
Sementara "best split plus variable split" untuk oil sebesar 67 persen dan gas 72 persen bagi kontraktor.
"Pada cost recovery lokal konten dibawah 30%. Gross split ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan penggunaan lokal konten di seluruh segmen industri, khususnya hulu migas," tegas Arcandra.
Hingga saat ini kementerian ESDM telah berhasil melelang 11 blok migas eksplorasi dengan skema gross split. Sementara blok-blok terminasi untuk periode kontrak 2018-2022 seluruhnya telah menggunakan "gross split".
Sejumlah perusahaan migas besar seperti Mubadalah, Repsol dan Eni memilih untuk menggunakan sistem baru terobosan dari kementerian ESDM ini.
Baca juga: Pemerintah tetapkan 25 kontrak migas "gross split"
Baca juga: Skema dua "gross split" disetujui
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018