Bekasi (ANTARA News) - Sejumlah orangtua murid SMPN 17, jalan Masjid Kemang, Jaticempaka, Pondokgede, Bekasi, merasa khawatir anak mereka putus sekolah (drop out), karena tidak mampu membayar sumbangan awal tahun. Maman Abdul Mutolib (53), orangtua Ali Kembarudin (12), siswa SMPN 17 tersebut di Bekasi, Senin, mengatakan tidak sanggup membayar sumbangan awal tahun sebesar Rp1,2 juta. Bagi Maman yang kesehariannya bekerja sebagai kuli bongkar muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, permintaan uang sumbangan tersebut sulit dipenuhi. Ia mengaku pasrah akan nasib anaknya yang terancam putus sekolah. "Bagaimana saya bisa membayar sumbangan awal tahun di SMPN 17 itu yang jumlahnya cukup besar, padahal saya hanya kuli bongkar muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok yang penghasilannya juga tidak menentu," ujar Maman. Ia mengaku hanya mampu membayar iuran per bulan dan menolak membayar sumbangan awal tahun. Maman juga tidak mau menandatangani blanko yang disodorkan sekolah berisi tentang pernyataan setuju besarnya sumbangan tersebut. "Saya tidak habis pikir, seharusnya pihak sekolah dan komite sekolah memperhatikan keuangan orangtua murid, kalau memang tidak mampu bebas sumbangan awal tahun. Karena saya tidak sanggup membayar sumbangan yang saya khawatirkan anak saya putus sekolah," ujar Maman. Menanggapi keresahan orangtua siswa itu, anggota Komisi D DPRD Kota Bekasi, Salamat Siahaan, mengemukakan kepala sekolah SMPN 17 harus bijaksana. Kendati orangtua siswa tidak mampu membayar sumbangan awal tahun, tetapi guru di sekolah tersebut jangan sampai melakukan intimidasi apapun bentuknya. "Saya mendesak kepala sekolah itu, Edy Suryanto, agar membebaskan orangtua murid yang bekerja sebagai kuli dari uang sumbangan awal tahun," ujar dia. Sementara Kepala Seksi Kurikulum Pendidikan Disdik Kota Bekasi, Dedy Junaedi, mengatakan akan memanggil kepala sekolah SMPN 17 untuk mengklarifikasi soal itu. "Kalau benar sumbangan awal tahun di sekolah itu Rp1,2 juta per siswa dan ada yang keberatan, maka saya minta orangtua siswa menemui kepala sekolahnya untuk minta keringanan," kata Dedy. (*)
Copyright © ANTARA 2007