Kupang (ANTARA News) - Pengamat masalah Timor Leste, Florencio Mario Vieira, memperkirakan perjalanan politik Xanana Gusmau di kursi Perdana Menteri (PM) Timor Leste tidak akan bertahan lama, jika tidak membawa perubahan yang signifikan dalam menata pemerintahan yang lebih efektif di negara itu. "Bila sampai akhir 2007 PM Xanana tidak mampu membawa perubahan yang signifikan dalam menata pemerintahan yang lebih efektif, maka rakyat tampaknya tidak akan mendukungnya lagi," katanya di Kupang, Senin, menanggapi fenomena politik yang sedang terjadi di wilayah bekan koloni Portugis itu. Sebelumnya, mantan Perdana Menteri Timor Leste, Mari Alkatiri juga menyatakan bahwa pemerintahan Timor Leste di bawah PM Xanana Gusmau tidak akan bertahan lama dan kemungkinan hanya bertahan sampai dua tahun. Mario Vieira mengatakan pandangan yang dikemukakan mantan PM Timor Leste itu cukup beralasan karena statistik membuktikan bahwa sebuah pemerintahan yang dibentuk atas dasar koalisi biasanya labil, dan hal itu terjadi di negara mana pun. Di sisi lain, kata dia, koalisi yang dibangun oleh PM Xanana dari partai yang dipimpinnya CNRT dengan partai-partai kecil lain di Timor Leste, belum memiliki sebuah visi yang sama, sehingga di antara sesama koalisi belum saling percaya antara satu dengan yang lain. "Ini merupakan tanntangan aliansi terbesar yang dihadapi saat ini karena belum ada kepercayaan di antara sesama elemen dalam koalisi," kata alumnus John Heinz III School of Public Policy and Management Carnegie Mellon University, AS, itu. Atas dasar itu, ia memperkirakan bila sampai akhir 2007 belum juga ada perubahan yang signifikan dalam membawa arah pemerintahan yang lebih efektif, maka kemungkinan besar rakyat tidak akan mendukung pemerintahan PM Xanana Gusmau seperti yang disinyalir oleh Alkatiri. Berdasarkan kontitusi Timor Leste, kata Mario Vieira, pemenang pemilu berhak menginisiasi koalisi, namun yang terjadi di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia yang baru memproklamirkan kemerdekaannya pada 20 Mei 2002 setelah lepas dari NKRI melalui referendum 30 Agustus 1999, justru sebaliknya. "Bila yang menginisiasi koalisi itu datang dari partai pemenang pemilu parlemen, maka pemerintahan yang akan dibangun nanti, menurut saya akan jauh lebih kuat ketimbang koalisi yang dibangun oleh CNRT bersama partai-partai kecil lainnya saat ini," ujarnya. Dalam kondisi politik seperti itu, tambah dia, bisa terjadi "sharing of power" antara Fretilin dan CNRT, terlepas dari apakah yang menjadi Perdana Menteri nanti Xanana atau Alkatiri. Hanya, yang terjadi saat ini justeru sebaliknya, yakni CNRT yang meraih urutan kedua dalam pemilu parlemen berkoalisi dengan partai-partai kecil yang basisnya tidak kuat dengan para politikus yang avonturir. Masalah pokok yang terjadi di negara itu, lanjut dia, elite Timor Leste umumnya haus kekuasaan dan menikmati "conflict of interest" yang telah menjadi bagian dari budaya, sehingga tidak mengherankan jika banyak elite bersama pihak asing yang dapat keuntungan dari situasi tersebut. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007