Jakarta (Antara) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengingatkan agar seluruh negara Badan Kesehatan Dunia (WHO) siap siaga menghadapi darurat kesehatan.
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, Puan menjelaskan bahwa darurat kesehatan layaknya bencana dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, khususnya di negara-negara rawan bencana termasuk Indonesia.
Menurut Menko PMK dalam Sesi Panel Diskusi Dua Perspektif Negara Mengenai Kesiapansiagaan untuk Keadaan Darurat Kesehatan pada Konferensi Tingkat Tinggi WHO, Indonesia terletak di sepanjang wilayah geografis yang rentan terhadap kejadian bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, dan tanah longsor.
Indonesia juga rentan terhadap berbagai penyakit menular dan tropis terabaikan, yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat, termasuk yang berpotensi menyebabkan wabah penyakit dan pandemi.
Di sisi lain, lanjut Puan, upaya pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sejumlah kota padat penduduk di Indonesia mengalami urbanisasi. Kondisi tersebut menempatkan kota-kota ini pada resiko penyakit kesehatan masyarakat yang lebih besar.
“Saya akan memberikan Anda beberapa perspektif mengenai kepadatan penduduk di kota-kota kami. Ibu kota Indonesia, Jakarta, adalah kota terpadat di Indonesia dengan lebih dari 15 ribu orang per kilometer persegi, diikuti oleh Bandung, Yogyakarta, Solo, Tangerang, Bekasi, Banjarmasin, Surabaya, Medan, dan Bogor dengan kepadatan penduduk lebih dari 10 ribu orang per kilometer persegi,” katanya.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam keadaan darurat kesehatan masyarakat, Menko PMK menjelaskan bahwa Indonesia telah mengeluarkan kebijakan dan strategi yang diperlukan, terutama melalui pembangunan sistem kesiapsiagaan dan respons tanggap nasional.
“Di tingkat nasional, kami memiliki lembaga khusus yang bertanggung jawab untuk mengelola dan memitigasi bencana (BNPB), dan lembaga serupa di tingkat provinsi dan kabupaten,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia juga telah membentuk unit khusus, yaitu unit krisis kesehatan pada Kementerian Kesehatan, yang didukung oleh unit-unit serupa di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota di seluruh Indonesia. Unit Krisis Kesehatan dilengkapi dengan Pusat Operasi Darurat (Emergency Operation Center) yang didukung oleh Pusat Darurat Kesehatan Masyarakat (Public Health Emergency Operation Center).
Tingginya tingkat kedaruratan kesehatan, terutama di daerah perkotaan, lanjut Menko PMK, mendorong Kementerian Kesehatan untuk melakukan terobosan penting terkait perampingan layanan darurat kesehatan, yang dikenal sebagai 119 Emergency Service. Layanan ini memungkinkan warga untuk menghubungi dan mendapatkan layanan medis darurat menggunakan kode akses 119 gratis.
Menurut Puan, ini adalah upaya kerja sama yang dilakukan antara pemerintah nasional dan kabupaten atau kota yang mengintegrasikan layanan dibawah Pusat Komando Nasional (National Command Center/NCC) yang terletak di Kementerian Kesehatan dan Pusat Keamanan Publik (Public Safety Center/PSC) yang terletak di daerah.
“Saya akan menyimpulkan pernyataan ini dengan menekankan pada pentingnya penguatan kapasitas dari seluruh negara anggota WHO, baik di tingkat nasional hingga tingkat daerah dengan menggunakan pendekatan multisektor dan One Health principles dalam impelementasi kesiapsiagaan dan tanggap terhadap keadaan darurat kesehatan masyarakat,” kata Menko PMK.
Hadir dalam Sesi Panel 2, Wenjiang Wang, dari RRC, Mohammad Assai Ardakani dari Iran, Bryan Inho Kim dari Korea Selatan,Harinirina Raseheno dari Madagaskar, Olobunmi Ojo dari Nigeria, Vyachelsav Smolensky dari Rusia, dan Mine Yenice dari Turki. KTT WHO juga diikuti delegasi 23 negara, delapan wali kota, pimpinan daerah, serta para mitra organisasi internasional.*
Baca juga: Puan Tegaskan Komitmen Pemerintah Dorong Pemberdayaan Perempuan
Baca juga: Puan bertemu Dirjen IAEA dorong kerja sama nuklir
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018