Yogyakarta (ANTARA News) - Sektor pendidikan yang dikategorikan menjadi bidang usaha terbuka, seperti tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 77 tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Terbuka Dengan Persyaratan, dinilai berbahaya bagi kelangsungan pendidikan itu sendiri.
"Kalau sudah begitu, pendidikan hanya akan mengutamakan aspek bisnis, tujuan pendidikan hanya uang bukan untuk mendidik manusia," kata pakar pendidikan dari Yogyakarta, Prof Dr Djohar MS di Yogyakarta, Senin.
Dengan memasukkan pendidikan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan secara bebas dalam pasar internasional, lanjutnya, maka nantinya akses pendidikan hanya akan dimiliki oleh kaum kaya sementara kaum papa atau miskin tidak akan memperoleh perlakuan sama.
"Padahal menurut amanat UUD 1945, pendidikan bagi setiap warga negara menjadi kewajiban pemerintah," kata Rektor Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta tersebut.
Akan tetapi apakah berarti hal itu menyalahi peraturan di atasnya, ia menyerahkannya pada ahli hukum.
"Sekarang hanya tinggal menunggu tanggal mainnya, pendidikan akan rusak," kata Djohar .
Sebenarnya, kata dia, masih ada harapan mencegah pengaruh kapitalisme pendidikan dengan menggalakkan para pengamat pendidikan sebagai pihak yang memiliki kemampuan untuk itu.
"Pengamat pendidikan harus aktif mengendalikan atau paling tidak mengkritisi regulasi yang sudah tidak cocok dengan semangat pendidikan pada UUD 1945," katanya.
Ia mengatakan, saat ini pendidikan tinggi baik negeri maupun swasta cenderung menegejar keuntungan pribadi dari mahasiswa dengan menarik biaya tinggi.
"Rektor-rektor menolak kehadiran Perpres itu tetapi mereka semaunya sendiri dalam menentukan biaya pendidikan di kampusnya," katanya.
Ia berharap kesempatan pendidikan diberikan pada semua kalangan, bukan hanya yang kaya tetapi juga untuk mereka yang tidak mampu hingga yang berkebutuhan khusus.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007