Hal tersebut merupakan implikasi dari penggunaan politik identitas yang masif dalam Pilkada serentak 2018 dan Pilkada pada tahun 2017 untuk kasus DKI."
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cahyo Pamungkas menyebut politik identitas yang sering digunakan dalam kontestasi politik elektoral beberapa tahun terakhir berpotensi akan semakin massif jika tak ditangani sejak dini.
"Perilaku ini bisa menular bahkan sampai tingkat elektoral terkecil seperti pemilihan RT atau RW. Padahal politik identitas ini bisa memicu praktik intoleransi di masyarakat," kata Cahyo di Jakarta, Selasa.
Cahyo menyebut dengan wilayah yang sangat luas, politik identitas ini juga bisa berimbas ke seluruh daerah sehingga berpotensi menimbulkan kesenjangan antara minoritas dengan mayoritas.
"Jadi akan semakin mengganggu semangat kebangsaan dan kebhinekaan. Saya khawatir akan digunakan di daerah luar Jawa misalnya, karena kan mereka meniru apa yang dilakukan di Jakarta. Terus terang apa yang dilakukan di Jakarta adalah politik identitas," kata Cahyo.
Penelitian yang dilakukan Cahyo bersama timnya yang tergabung dalam Satuan Kerja Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, memang mengulas tentang meningkatnya intoleransi dan radikalisme berbasis keagamaan serta etnisitas baik yang terjadi di dunia nyata dan maya.
Dengan merangkul 200 responden di masing-masing provinsi yang diteliti yakni Aceh, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan ditemukan kalau intoleransi politik lebih tinggi dibanding intoleransi sosial.
"Hal tersebut merupakan implikasi dari penggunaan politik identitas yang masif dalam Pilkada serentak 2018 dan Pilkada pada tahun 2017 untuk kasus DKI," kata dia.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018