Tokyo (ANTARA News) - Jumlah penduduk Jepang berusia di atas 80 tahun kini mencapai 7, 13 juta orang, atau 5,6 persen dari total penduduk Negeri Sakura itu yang berjumlah 127,7 juta jiwa. Angka tersebut meningkat sebanyak 390.000 jiwa dibanding tahun sebelumnya, demikian pernyataan Departemen Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang seperti dikutip Kyodo News di Tokyo, Minggu. Perempuan Jepang yang berusia di atas 80 tahun lebih tercatat mencapai 4,78 juta orang, atau dua kali lipat dari jumlah prianya. Berdasarkan data statistik tahun 2006, populasi Jepang tercatat sebanyak 127.770.000 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk berusia di 90 tahun ke atas mencapai satu juta orang. Jumlah penduduk pria tercatata 62.330.000 jiwa, sedangkan perempuan mencapai 65.440.000 orang. Untuk pertama kalinya sejak perang dunia II, populasi pria menurun. Tahun 2007 diperkirakan kelompok masyarakat usia lanjut yang berusia di atas 65 tahun sekitar 20 persen dari jumlah populasi yang ada. Menanggapi hal itu, Duta Besar RI untuk Jepang Jusuf Anwar, Minggu, mengatakan, Indonesia perlu memanfaatkan fenomena persoalan kependudukan di Jepang yang ditandai dengan semakin banyaknya kelompok masyarakat berusia lanjut (aging society) ketimbang tenaga kerja usia produktifnya. "Indonesia perlu menyediakan tenaga-tenaga perawat yang bisa mengurusi kelompok masyarakat tua tadi. Terlebih dengan ditandatanganinya kerjasama Economic Partnership Agreement (EPA) antara kita dengan Jepang ini," katanya. Menurut mantan menteri keuangan itu, Indonesia tidak boleh ketinggalan dari Filipina yang sudah lebih dulu memanfaatkan peluang yang terjadi di masyarakat Jepang itu. Persoalan aging society di Jepang, katanya, membawa konsekunsi yang tidak sedikit, karena selain memunculkan kewajiban-kewajiban finansial yang besar, juga menuntut pasokan tenga kerja yang besar untuk menjalankan kegiatan industrinya yang juga besar. "Pemasukan dari pajak tentunya akan semakin sedikit, sementara pengeluaran untuk kesejahteraan dan pensiunan justru semakin banyak," katan mantan direktur eksekutif Asian Development Bank (ADB) itu. Konsekuensi lainnya, kata Jusuf Anwar, fenomena ini mau tidak mau akan memaksa pemerintah Jepang untuk mengubah politik tenaga kerjanya menjadi lebih fleksibel sehingga bisa membuka kesempatan yang lebih besar bagi negara-negara lain dalam memasok tenaga kerjanya ke Jepang, termasuk Indonesia.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007