Metodenya mungkin juga sudah dipakai negara lain, tapi mungkin tidak untuk gambut. Kita yang pertama gunakan ini untuk gambut. Makanya akan menarik jika kita bisa presentasikan ini di Polandia untuk juga dapat masukkan dari negara lain."

Jakarta (ANTARA News) - Badan Restorasi Gambut (BRG) membagikan perkembangan metode pemantauan restorasi gambut yakni Peatland Restoration Information and Monitoring System (PRIMS) yang sedang dikembangkannya di sela pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim PBB ke-24 di Katowice, Polandia.

"Ini baru level sharing tentang metode pemantauan restorasi gambut secara keseluruhan, dengan menggunakan data-data yang dikumpulkan menggunakan satelit dan dari Sesame (sensor pemantau kelembapan, level air gambut, hingga hujan)," kata Kepala BRG Nazir Foead usai membuka diskusi Pembelajaran Sekolah Lapang Petani Gambut di Jakarta, Senin.

Metode yang sedang dikembangkan para ahli ini, menurut dia, cukup rumit. Ini akan dipergunakan untuk mengetahui efektivitas pembangunan infrastruktur yang telah terbangun di lahan gambut.

Ahli monitoring dan penginderaan jauh berdiskusi cukup panjang untuk mencari metode yang cepat dan murah, namun lumayan akurat untuk mengetahui keberhasilan restorasi gambut. Harapannya di KTT Iklim nanti bisa bertukar pengalaman pula dengan negara lain seperti Brasil atau Jepang yang mungkin juga telah mengembangkan metode serupa.

"Metodenya mungkin juga sudah dipakai negara lain, tapi mungkin tidak untuk gambut. Kita yang pertama gunakan ini untuk gambut. Makanya akan menarik jika kita bisa presentasikan ini di Polandia untuk juga dapat masukkan dari negara lain," lanjutnya.

Saat ini Nazir mengatakan metode tersebut ada pada level pengujian yang diterapkan di tujuh provinsi prioritas restorasi gambut, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.

Deputi III Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG Myrna A. Safitri mengatakan BRG akan berbagi metode pemantauan restorasi gambut yang dikembangkan tersebut pada sesi teknologi monitoring gambut di Paviliun Indonesia pada pertemuan para pihak ke-24 (Conference of Parties/COP 24) Kerangka Kerja mengenai Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC), Senin (10/12).

"Pada tanggal 10 Desember itu kebetulan peat day di paviliun Indonesia. Ada satu sesi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lalu ada peluncuran IPCC (Intergovernmental Panel for Climate Change), lalu ada dua sesi diisi BRG," lanjutnya.

Sesi pertama BRG akan membahas teknologi monitoring di gambut dan akan dibahas pula beberapa metode monitoring dengan teknologi-teknologi yang dikembangan dari Jerman yang lebih ke aspek pemetaan, lalu dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menerangkan teknologi yang dikembangkan dengan BRG.

Sedangkan dari BRG yang sedang membangun platform monitoring yang dapat digunakan pula oleh publik untuk melihat pengerjaan di areal target restorasi gambut sudah sejauh mana. "Jadi ini untuk transparansi kepada publik," lanjutnya.

Menurut dia, dari pemantauan kelembapan gambut dengan alat yang sudah dipasang hingga indikasi-indikasi pembukaan gambut berdasarkan pada analisis citra satelit dan lain-lain. Platform tersebut sejauh ini telah dibahas bersama Badan Informasi Geospasial, BPPT dan KLHK.

Platform ini, lanjutnya, juga terbuka bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk menambahkan informasi terkait restorasi gambut. Sehingga semua bisa melihat sejauh mana efektivitas restorasi yang telah dilakukan untuk menekan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang memicu asap dan melepas karbon.

Baca juga: Jelang COP 24 LSM serukan aksi iklim ambisius

Baca juga: Indonesia bawa praktik mitigasi-adaptasi terbaik ke KTT Iklim

Baca juga: Bappenas: Indonesia juara dalam urusan pembangunan rendah karbon

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018