Yogyakarta (ANTARA News) - Kenaikan tunjangan kinerja Mahkamah Agung (MA) yang telah disetujui oleh panitia anggaran DPR bisa menjadi "racun" dalam praktik peradilan jika tidak disertai perbaikan sistem peradilan secara holistik.
"Perbaikan sistem penggajian merupakan salah satu `obat` bagi buruknya praktik peradilan di Indonesia, namun itu bisa jadi `racun` kalau tidak disertai perbaikan sistem secara holistik," kata Direktur "Indonesian Court Monitoring" (ICM) Denny Indrayana di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut Denny, perbaikan sistem penggajian para pejabat lembaga peradilan memang harus dilakukan sebagai upaya untuk mencegah korupsi,termasuk praktik mafia peradilan.
Namun kenaikan tunjangan para pejabat MA itu tidak cukup efektif untuk mencegah terjadinya mafia peradilan jika sistem yang dijalankan masih memungkinkan adanya celah bagi masuknya praktik korupsi.
"Saya setuju dengan kenaikan tunjangan pejabat di MA, tetapi langkah itu hanya sebagian kecil dari langkah besar untuk mewujudkan peradilan yang bersih," katanya.
Kenaikan tunjangan kinerja MA, menurut dia, bagai pisau bermata dua karena bisa menjadi "racun", yaitu ketika langkah itu tidak diikuti perbaikan sistemik, namun bisa menjadi "madu" ketika kenaikan tunjangan itu disertai dengan perbaikan sistem peradilan secara menyeluruh.
Selain terjaminnya kesejahteraan pejabat peradilan, diperlukan pula perbaikan dan peningkatan kinerja sistem pengadilan dari daerah hingga pusat.
"Efektifitas sanksi dan peningkatan transparansi juga menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan dalam upaya mencegah praktik korupsi di peradilan," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007