Jika pemilik klub hanya berorientasi ke bisnis, lanjut Gede, sepak bola Indonesia berada dalam bahaya.
"Bahaya kalau orang-orang yang cuma berorientasi bisnis memegang tim sepak bola karena ada kemungkinan olahraga diarahkan untuk kepentingan tersembunyi di luar klub," ujar Gede dalam diskusi di Jakarta, Jumat.
Sepak bola, dia melanjutkan, seperti madu di mata sebagian orang. Alasannya tentu saja karena banyaknya suporter dan tingginya nilai uang yang berputar di setiap pertandingan.
Gede mencontohkan klubnya, Persija, yang bisa mendapatkan pundi-pundi mencapai Rp4-5 miliar sekali bertanding di kandang. Bahkan hanya dari penjualan di tenda pernak-pernik dagangan (merchandise), Persija bisa meraup sekitar Rp50 juta perlaga.
"Perputaran uang di sepak bola besar sekali. Kalau dibiarkan, tentu ada kesempatan untuk mengarahkan semua itu, misalnya, ke kepentingan politik dan lainnya. Agenda-agenda tersembunyi ini yang harus diwaspadai," tutur dia.
Gede melanjutkan, tiga elemen dalam sepak bola yaitu prestasi, bisnis dan hiburan harus sejalan agar industri lapangan hijau bergulir dan menghasilkan keuntungan bagi klub.
Dengan demikian, klub memiliki modal yang cukup untuk menjalani kompetisi sekaligus membiayai operasional tim usia muda. Pemain, pelatih dan staf pun mendapatkan kepastian terkait gaji.
Klub-klub pada akhirnya bisa menghilangkan atau setidak-tidaknya memperkecil kesempatan masuknya tindakan pidana seperti pengaturan skor ke dalam internal tim.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018