Dubai (ANTARA News) - Ribuan unta di Arab Saudi selama sebulan terakhir mati akibat "makanan ternak beracun", dan para peternak mengarahkan kemarahan mereka kepada para pejabat pemerintah. Penduduk di kawasan gurun Teluk tersebut menghargai unta sebagai sesuatu yang bisa membangkitkan kenangan pertempuran maupun prestasi yang pernah dicapai suku Badui. Para peternak yang sudah rugi jutaan dolar karena unta peliharaannya mati, menyalahkan pemerintah. "Para pejabat kementerian pertanian masih berpangku tangan terhadap bencana yang baru pertama kali ini," kata Rashed bin Khalaf bin Mithqal, seorang pemilik unta dari wilayah Jazan, sebagaimana dikutip harian Al-Watan. Pers setempat menyebut kematian unta-unta itu sebagai "tragedi nasional", sejak "penularan" yang tidak terjelaskan tersebut pertamakali menulari unta di Wadi al-Dawasser, sekitar 400 kilometer arah selatan dari ibukota Saudi, Riyadh. Unta yang biasa disebut "kapal gurun" dan dikenal tangguh serta berdaya tahan tinggi itu, dalam jumlah banyak berubah sekarat. Banyak pemilik menghubungkan kematian itu akibat dedak yang dijadikan pakan ternak, sebagai pengganti jawawut yang harganya naik terus. "Dedak dari silo milik pemerintah serta penggilingan Khamis Mushayt (terdekat ke Wadi al-Dawasser) adalah penyebab bencana ini," tulis harian Al-Hayat edisi 20 Agustus. Seorang pakar mengatakan kepada harian bisnis Al-Eqtisadiah bahwa unta yang terjangkit tidak dapat mengendalikan gerakan kemudian mengalami pendarahan otak lalu lumpuh total. Pers setempat memuat foto bangkai-bangkai unta tergeletak di gurun. Pemerintah telah mengirim sampel beku dari unta mati untuk di ujicoba di laboratorium di Prancis. Menteri pertanian Fahd bin Abdul Rahman Balghnaim kepada Al-Watan, Kamis, mengatakan bahwa berdasarkan hasil awal, dedak itu mengandung jamur beracun. Ali Khalaf al-Hassawi, dokter hewan dari kementerian pertanian, mengemukakan hal itu disebabkan "cara yang keliru dalam menyimpan dedak." Dua pekan setelah awal kasus tersebut, Balghnaim angkat bicara dengan mengumumkan bahwa sudah dua ribu unta yang mati, kemudian angka itu diubahnya menjadi 2.500. Perhitungan yang dilakukan AFP berdasarkan laporan media menunjukkan bahwa setidak-tidaknya sudah lima ribu unta yang tewas sedangkan ribuan lainnya jatuh sakit. Negara itu pada tahun 2005 memiliki sekitar 862 ribu unta.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007