Jambi (ANTARA News) - Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi VII Limau, Kabupten Sarolangun, Jambi menyebutkan hasil olahan minyak kepayang memiliki kandungan nonkolesterol, sehingga berpotensi untuk dikembangkan.
Staf Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) VII Limau Sarolangun, Effendi di Jambi, Jumat, mengatakan minyak kepayang yang memiliki kandungan nonkolesterol itu diperoleh dari hasil penelitian yang bekerja sama dengan Sucofindo.
"Hasil uji laboratorium menunjukan DHA (docosahexaenoic acid) cukup tinggi dari minyak nabati hingga 2,3 persen," katanya.
Minyak kepayang itu dihasilkan dari buah tanaman kepayang atau bahasa latinnya "pangium edule" yang merupakan salah satu tanaman bernilai ekonomi dan daya konservasi yang tinggi.
Tanaman kepayang umumnya tumbuh di wilayah sumber mata air dan memiliki potensi buah yang selama ini hasil olahannya itu dimanfaatkan sebagai pengganti bahan minyak goreng.
"Masyarakat di Sarolangun dari zaman dulu menggunanakan minyak kepayang sebagai pengganti minyak kelapa dan sawit untuk menggoreng, karena saat itu sulit minyak sawit dan minyak kelapa," katanya.
Dia mengatakan minyak kepayang merupakan satu-satunya minyak olahan di Indonesia. Namun saat ini belum memiliki hak paten atau Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
"Untuk hak petennya ini akan kita buat segera," katanya.
Di Kabupaten Sarolangun, minyak kepayang merupakan minyak hasil olahan masyarakat Desa Sungai Beban, Kecamatan Batang Asai.
"Masyarakat mengolah hanya untuk kebutuhan keluarga. Dan ini perlu dikembangkan dengan peluang pasar yang ada akan meningkatkan perekonomian masyarakat. Cukup sulit memproduksinya, karena harus menghilangkan racun atau sianida karena ada rasa," katanya.
Satu kilo daging buah kepayang menghasilkan 0,3 gram minyak kepayang. Sementara untuk 10 kilogram daging kepayang menghasilkan 3 kilogram hasil olahan minyak kepayang.
"Kami ingin mengembangkan produk turunan lain dari kepayang sehingga lebih bernilai jual tinggi, dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat," kata Effendi.*
Baca juga: FAO: harga makanan naik gara-gara minyak nabati
Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018