"Berita hoaks biasanya menggunakan bahasa yang provokatif memanfaatkan isu-isu yang sedang tren, isu SARA, tokoh-tokoh terkenal, instansi pemerintah mau pun swasta," kata Ketua BSSN Djoko Setiadi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Mengecek kesesuaian judul dan isi yang ditampilkan dalam berita pun perlu dilakukan karena pembuat berita hoaks terkadang menampilkan judul berita yang provokatif dan fenomenal, tetapi keseluruhan isi berita tidak mencerminkan judul yang ditampilkan.
Selanjutnya, untuk mendeteksi hoaks dapat dilakukan dengan mengecek sumber berita apakah berasal dari media yang terverifikasi Dewan Pers.
Apabila sumber berita berasal dari media daring yang belum terverifikasi Dewan Pers, terdapat kemungkinan berita yang ditampilkan berisi informasi hoaks.
Sementara berita yang didukung data dari media daring terverifikasi serta media sosial yang terpercaya dapat dikategorikan berita yang valid.
Selain media, pengecekan kredibilitas penulis juga dapat dilakukan, seperti mencari biografi dan riwayat penulisan serta keberpihakan penulis terhadap kelompok/golongan tertentu.
Berita bohong yang disebarkan biasanya tidak menyertakan tanggal kejadian atau tidak memiliki tanggal yang bisa diverifikasi oleh pembaca.
Terakhir yang dapat dilakukan adalah memverifikasi isi berita kepada pihak terkait, baik secara langsung mau pun melalui media sosial yang digunakan untuk menyampaikan informasi resmi kepada masyarakat.
Baca juga: Januari-Juni ini terjadi 143,6 juta serangan siber
Baca juga: Kepala BSSN ajak masyarakat bijak ber-medsos saat bencana
Baca juga: BSSN sebut banyak potensi ancaman siber jelang Pemilu
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018