Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan kasus dugaan pelanggaran pemilu terkait dengan pernyataan tampang Boyolali oleh Calon Presiden Prabowo Subianto, tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu.
Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo melalui pesan singkat kepada wartawan, Kamis, mengatakan, kasus dugaan pelanggaran pemilu oleh calon presiden, Prabowo Subianto, yang menyebut tampang Boyolali tidak termasuk dalam kategori penghinaan dalam kegiatan kampanye.
Bawaslu, menurut dia, telah melakukan klarifikasi terhadap pelapor dan saksi pelapor. Dalam klarifikasi tersebut, terlapor diwakili oleh penasehat hukumnya.
Baca juga: Bawaslu kaji aksi protes warga Boyolali
Ia mengatakan, pernyataan tampang Boyolali tidak dalam kegiatan kampanye namun dalam kegiatan peresmian posko pemenangan Prabowo-Sandiaga di Kabupaten Boyolali, dan peserta yang hadir merupakan kader pengusungnya.
Sebelumnya, Andi Syafrani, melaporkan dugaan pelanggaran pemilu atas pernyataan tampang Boyolali oleh Prabowo saat peresmian posko pemenangan di Boyolali, 30 Oktober 2018 lalu.
Andi menilai, pernyataan Prabowo tersebut diduga penghinaan terhadap kelompok masyarakat, dan diduga melanggar pasal 280 ayat1 huruf c dan pasal 521 UU No7/2017 tentang pemilu yang melarang melakukan penghinaan dalam kampanye.
Kasus Suramadu
Selain itu, Bawaslu juga menghentikan dugaan kasus pelanggaran pemilu terkait kebijakan penggratisan jalan tol Jembatan Suramadu yang diadukan oleh Forum Advokat Rantau (FARA) pada 30 Oktober lalu.
"Penggratisan penggunaan jembatan Suramadu merupakan kebijakan pemerintah untuk kepentingan masayarakat. Kebijakan tersebut tidak dalam konteks kampanye atau tidak ada kaitannya dengan kegiatan kampanye," katanya.
Baca juga: FARA adukan Jokowi ke Bawaslu terkait jembatan Suramadu gratis
Selain itu, kebijakan tersebut tidak ada kaitan dengan kepentingan atau tindakan yang menguntungkan peserta pemilu selam masa kampanye, katanya.
"Saksi dan barang bukti yang diajukan pelapor sangat lemah dan tidak dapat menunjukan adanya kegiatan yang terkait dengan pasal 282 atau 283 UU no 7/2017 tentang Pemilu," katanya.
Pasal 282 UU no 7/2017 tentang Pemilu menyatakan larangan pejabat negara membuat keputusan dan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu. Sementara pasal 283 menyatakan larangan bagi pejabat negara mengadakn kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu.
Baca juga: Laporan ke Bawaslu soal gratisnya Suramadu dinilai cari popularitas
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2018