Jakarta (ANTARA News) - Kawasan properti eksklusif Kemang Village di Jakarta Selatan bekerja sama dengan Museum Universitas Pelita Harapan (UPH) menggelar pameran lukisan koleksi museum tersebut dari 14 September hingga 14 Oktober 2007 dengan menampilkan sekitar 40 lukisan dari pelukis ternama Indonesia dan Belanda.
Kurator Museum UPH Amir Sidharta pada saat pembukaan pameran lukisan tersebut di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa dari 40 lukisan tersebut, sebanyak 29 lukisan koleksi Museum UPH yang mulai berdiri sejak 1996, dan sisanya merupakan milik pelukisnya sendiri.
Lukisan-lukisan yang ditampilkan mulai dari gaya naturalisme abad ke-19 yang ditampilkan para pelukis Belanda hingga lukisan gaya kontemporer masa kini buah karya para pelukis Indonesia.
"Pameran ini bisa menjadi semacam dokumentasi sejarah untuk menunjukkan perjalanan gaya para perupa dalam melukiskan Indonesia, sejak masa abad ke-19, awal abad 20, hingga ke masa kini," kata Amir Sidharta.
Dikatakan Sidharta bahwa pada abad ke-19, para perupa (pelukis) Belanda cenderung melukis Indonesia dengan tema romantisme "landscape" , contohnya pemandangan gunung dan laut yang indah serta masyarakat petani di Jawa yang bahagia, seperti halnya lukisan karya Heemskerk tahun 1865 dan lukisan Jacob Dirk van Herwerden tahun 1854 yang ditampilkan pada pameran tersebut.
Gaya romantisme "landscape" itu masih berlanjut saat para pelukis pribumi bermunculan di awal abad ke-20, seperti halnya karya pelukis Abdullah Surjosubroto.
Kendati demikian, kata dia, gaya tersebut mulai digugat oleh beberapa pelukis yang dipelopori Sudjojono S , yang kemudian bersama rekan-rekannya mendirikan Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia (Persagi) tahun 1937. Mereka berpendapat situasi di Indonesia harus digambarkan apa adanya, tidak harus yang indah-indah saja.
Sejak saat itu hingga di penghujung tahun 1960-an, lukisan-lukisan yang dihasilkan seringkali bertemakan kehidupan yang keras dialami para petani di pedesaan.
Namun, setelah terjadinya kudeta Gerakan 30 September (G 30 S) PKI, banyak para perupa (pelukis) Indonesia yang bergabung di bawah organisasi Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) ditangkapi dan hal tersebut mempengaruhi tema-tema lukisan di Indonesia, dari sebelumnya bertemakan kehidupan sosial menjadi bertemakan "landscape" dekoratif. Hal itu tercermin pada lukisan karya Widayat yang berjudul "Pohon dan Kera" yang juga ditampilkan dalam pameran itu.
"Sejak tahun 1975, beberapa pelukis muda mulai menyuarakan gerakan seni rupa baru dengan menampilkan karya-karya bertemakan kebangsaan yang bahkan agak kontroversial," kata Sidharta.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007