Jakarta (ANTARA News) - KPK mendorong adanya perbaikan pengendalian internal di Mahkamah Agung pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa (27/11).
"Kami sudah menggandeng BPKP untuk melakukan audit operasional terhadap beberapa pengadilan yang kami anggap cukup representatif, dimana pengendalian internal seharusnya bisa mencegah tindak pidana korupsi di pengadilan yang umumnya terkait suap, ini yang sebetulnya kami ingin doorong untuk MA bisa memperbaiki diri," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK Jakarta, Rabu.
KPK menetapkan dua hakim yaitu Iswahyu Widodo dan Irwan sebagai tersangka penerima suap bersama panitera Muhammad Ramadhan karena diduga menerima suap sekira Rp650 juta dalam bentuk 47 ribu dolar Singapura (sekira Rp500 juta) dan Rp150 juta dari advokat Arif Fitrawan (AF) dan seorang pihak swasta Martin P Silitonga (MPS).
"Persoalannya menurut kami terkait integritas hakim tersebut, secara umum, persoalan integritas. Hakim sudah ada perbaikan kesejahteraan karena untuk jajaran penegak hukum, penghasilan hakim lebih baik dari aparat penegak hukum lain baik kepolisian maupun kejaksaan ini yang kami sayangkan," ungkap Alex.
Reformasi birokrasi di lembaga pengadilan, menurut Alex, dinodai dengan oknum hakim menerima suap itu.
"Kami terus berkoordinasi dengan jajaran MA ada evaluasi terkait dengan tata kelola di peradilan misalnya akan mengevaluasi prosedur penanganan perkara dengan para pihak itu berinteraksi dengan aparat pengadilan," tambah Alex.
Terkait penerapan hukuman maksimal, baru ada satu hakim yang pernah dituntut seumur hidup dan juga dihukum seumur hidup yaitu mantan hakim konstitusi Akil Mochtar.
Baca juga: KPK belum simpulkan hakim PN Jaksel terlibat
Baca juga: Hakim PN Jaksel mengaku tak tahu menahu soal suap
Baca juga: KPK tetapkan dua hakim Pengadilan Jaksel tersangka
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018