Layanan kesehatan selalu memberikan tekanan terhadap anggaran, namun menurut pengalaman saya di Inggris, akan selalu ada cara untuk membuatnya berjalan dengan efektif.”

Jakarta (ANTARA News) – Memastikan efisiensi skema asuransi kesehatan nasional menjadi salah satu kunci program tersebut dapat berjalan dalam jangka panjang.

Hal itu disampaikan oleh ahli kesehatan asal Inggris Chris Born dari organisasi Healthcare UK yang bergerak dibawah Departemen Perdagangan Internasional Inggris, ketika berbincang dengan media di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan bahwa semua negara yang hendak menjalankan program asuransi kesehatan sosial yang berkelanjutan harus menyadari bahwa permintaan akan terus bertambah.

“Tentu akan semakin banyak orang yang ingin mendapatkan layanan kesehatan ketika mereka tahu bahwa mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk itu, atau setidaknya dalam sistem asuransi. Jadi harus disadari bahwa bianya pasti akan sangat besar, terutama saat awal-awal memulai,” jelas Chris.

Bahkan setelah program asuransi kesehatan nasional telah berjalan stabil, lanjutnya, inflasi dalam sektor layanan kesehatan akan selalu melebihi inflasi pada umumnya, terutama dengan terus meningkatnya permintaan dan teknologi baru yang terus bermunculan, baik dalam obat-obatan maupun alat kesehatan.

“Program ini akan selalu membutuhkan biaya besar. Tentu tidak bisa hanya menyuntik biaya saja, tapi pemangku kepentingan juga harus memastikan efisiensi dari pelayanan itu sendiri, dan bagi kami, salah satu caranya adalah dengan menggunakan Primary Health Care,” paparnya.

Primary Health Care sendiri merupakan pelayanan kesehatan umum atau mendasar, yang tidak harus dilakukan di rumah sakit karena tidak membutuhkan penangan spesialis tertentu. Menurut Chris, pemberdayaan klinik dan pusat kesehatan umum dapat menjadi solusi.

“Primary Health Care yang berkualitas dapat memberikan pasien pelayanan yang baik tanpa mengharuskan mereka ke rumah sakit dan menurut saya itu sangat penting,” katanya.

Namun, lanjut Chris, pelayanan Primary Health Care yang berkualitas harus dibarengi dengan sumber daya manusia yang memadai.

“Saya pikir di Indonesia ada kebutuhan untuk melakukan berbagai pelatihan terhadap petugas dan program pelatihan di pusat-pusat kesehatan dan klinik umum, serta sistem informasi yang lebih baik. Ini akan sangat membantu jalannya pelayanan,” ungkapnya.

Untuk itu, dirinya melakukan kunjungan ke Indonesia guna menjajaki kerja sama bidang kesehatan yang dapat dijalin dengan Inggris. Salah satunya di bidang pelatihan.

“Kedatangan saya ke Jakarta adalah untuk mencari potensi kerja sama dan partner untuk organisasi dan rumah sakit di Inggris, baik yang memiliki keterlibatan dengan sistem layanan kesehatan nasional kami yaitu National Healthcare Service (NHS), maupun maupun perusahaan layanan kesehatan swasta,” katanya.

Menurut Chris kedua rumah sakit NHS Inggris, serta beberapa universitas Inggris, dapat memberikan pelatihan. Hal itu dapat dilakukan di Indonesia dengan mendatangkan ahli dari Inggris, atau sebaliknya, para pekerja jasa kesehatan dapat datang dan belajar di Inggris langsung. Pelatihan secara online juga bisa diterapkan, jelasnya.

Ia berharap agar kunjungannya ke Jakarta dapat menghasilkan terbentuknya hubungan-hubungan baru yang dapat menguntungkan Inggris dan Indonesia, dimana keduanya dapat memperoleh sesuatu untuk dipelajari, serta kemitraan yang bersifat komersial.

Evaluasi


Evaluasi atas skema perawatan yang diberikan bagi pengguna jasa juga dianggap penting. “Menurut saya penting bagi Indonesia untuk mengevaluasi perawatan yang ada dan juga obat-obatan yang telah disetujui dan diberikan kepada pasien,” katanya.

Dengan demikian, para pemangku kepentingan dapat menilai apakah perawatan dan obat-obatan itu efektif untuk digunakan.

“Apabila hal itu dapat dicermati, mungkin saja ada penemuan akan perawatan yang kurang efektif. Lalu langkah selanjutnya dapat ditentukan, apakah perawatan itu dapat dihentikan dan diganti dengan model yang lain. Saya pikir itu juga merupakan salah satu cara untuk mengontrol pembiayaan,” jelasnya.

Di Inggris, lanjut Chris, pengaturan pengeluaran dilakukan dengan detail dan menyeluruh, terutama apabila ada obat jenis baru.

“Ketika perusahaan menawarkan obat baru, kami menanyakan banyak pertanyaan sebelum memutuskan untuk menggunakannya atau tidak, seperti ‘apakah itu efektif dari segi pembiayaan, apakah itu lebih baik dari yang lain dan apakah itu lebih efisien untuk ditawarkan ke publik,” ungkapnya.


Tim Multi-Disiplin


Chris, yang merupakan mantan direktur penyedia layanan kesehatan negara Inggris (National Health Service/NHS) itu, mengatakan bahwa berdasarkan pengalamannya, pembentukan tim multi-disiplin juga dapat membantu terciptanya efisiensi dalam menjalankan skema asuransi kesehatan nasional.

“Apabila kita hanya bergantung dengan dokter saja, saya rasa itu kurang efisien karena biayanya mahal dan kita tidak punya cukup banyak dokter. Jadi kita harus mengintegrasikan pelaku lain juga seperti suster dan fisioterapis lain sebagai bagian dari tim. Itu yang kami pelajari,” jelasnya.

Tentu sistem seperti itu akan memakan waktu cukup lama untuk dapat berjalan dengan baik karena tidak mudah bagi seorang dokter untuk memberikan otoritas besar kepada praktisi lain, namun, ia meyakini bahwa hal tersebut justru akan membuat skema yang telah berjalan menjadi lebih efektif dan lebih baik untuk pasien sendiri.

“Layanan kesehatan selalu memberikan tekanan terhadap anggaran, namun menurut pengalaman saya di Inggris, akan selalu ada cara untuk membuatnya berjalan dengan efektif,” katanya menutup.

Chris Born merupakan ahli kesehatan asal Inggris yang pernah menjabat sebagai direktur National Health Service Inggris atau NHS. Selama enam tahun terakhir, ia bekerja sebagai konsultan senior ahli di organisasi Healthcare UK yang bergerak dibawah Departemen Perdagangan Internasional Inggris.

NHS sendiri merupakan layanan asuransi kesehatan paling tua di dunia dan telah beroperasi selama 70 tahun.

Baca juga: Ahli jasa kesehatan Inggris terkesan dengan BPJS

Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018