Bandung (ANTARA News) - Sidang lanjutan perkara penyuntikan formalin ke dalam jenazah Praja IPDN Cliff Muntu dengan terdakwa mantan Dekan Ilmu Politik dan Manajemen Pemerintahanan IPDN, Lexie Giroth, digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Jumat. Sidang yang berlangsung pukul 10.00 WIB hingga tengah hari itu dipimpin Hakim Ketua Kresna Menon SH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Happy Hadiasuti SH dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli, yakni Dokter Ahli Forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof dr Agus Purwadianto. Dalam kesaksiannya, Agus mengatakan, dampak hukum dari penyuntikan formalin, jika ada masalah yang muncul sebagai buntut dari penyuntikan formalin, maka yang paling bertanggung jawab adalah orang yang menyuntikan formalin. Karena, penyuntikan formalin, seperti diatur dalam Undang Undang Praktek Kedokteran merupakan kompetensi dokter forensik, namun karena keterbatasan jumlah dokter forensik di Indonesia, maka penyuntikan dapat dilakukan dokter umum atau spesialis yang memiliki keahlian penyuntikan formalin. Ia menjelaskan, metode penyuntikan formalin belakangan ini biasa dilakukan melalui pembuluh darah vena yang ada di kaki bagian kiri dan diberi tekanan secara bertahap sehingga mengalir ke seluruh pembuluh darah. Meski demikian, katanya, ada juga yang masih menggunakan metode lama dengan cara menyuntikannya di bagian dada, seperti yang terjadi pada jenazah Cliff Muntu. "Hal tersebut biasanya dilakukan jika kondisinya terburu buru dan dilakukan oleh bukan ahlinya," kata mantan Ketua Asosiasi Dokter Forensik Seluruh Indonesia itu. Dalam sidang kali ini alat bukti dari hasil otopsi jenazah Cliff di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung juga diperlihatkan. Kesimpulannya otopsi dilakukan hanya pada bagian yang kasat mata menimbulkan kematian. Dia berpendapat, dari hasil otopsi nampaknya korban Cliff Muntu mati lemas karena kurangnya oksigen yang masuk ke dalam otak, sedangkan gas CO2 yang berada di dalam tubuhnya susah keluar. Mengenai adanya luka lebam seperti benturan benda tumpul, saksi ahli mengatakan, hal itu bisa terjadi bukan hanya akibat benda tumpul tapi juga rasa sakit yang luar biasa atau shock yang dialami oleh korban. "Luka memar atau lebam pada tubuh termasuk bagian kepala korban itu, bisa saja bukan karena benturan benda tumpul, melainkan akibat rasa sakit yang luar biasa yang dialami korban sesaat sebelum meninggal dunia," ujarnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007