Phnom Penh (ANTARA News) - Musim kemarau terburuk dalam beberapa dekade di Afghanistan telah mendorong puluhan ribu orang meninggalkan rumah-rumah mereka dan menyebabkan keluarga-keluarga menikahkan anak-anak untuk memperoleh uang agar bisa tetap bertahan hidup, demikian diungkapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (27/11).
Sudah sekitar 223.000 orang pergi dari rumah-rumah mereka di sejumlah provinsi seperti Herat, Badghis dan Ghor, di Afghanistan barat, yang dilanda musim kering tahun ini, menurut UNICEF, badan PBB yang mengurusi kesejahteraan anak-anak.
Organisasi Pertanian dan Pangan PBB (FAO) mengatakan keluarga-keluarga Afghanistan telah melewatkan makan, menjuali ternak dan pindah ke kota-kota tempat yang mudah bagi mereka memperakses bantuan dan layanan.
Beberapa keluarga bahkan mengambil langkah-langkah drastis, menurut UNICEF, yang mendokumentasikan 161 pertunangan atau pernikahan anak di Herat dan Badghis antara Juli dan Oktober. Di antara jumlah tersebut, 155 adalah anak-anak perempuan dan enam anak-anak lelaki.
"Musim kemarau saat ini yang terburuk dalam beberapa dekade," kata Alison Parker, juru bicara UNICEF, kepada Thomson Reuters Foundation. "Anak-anak dijadikan agunan."
Keluarga-keluarga menerima uang yang dapat meredakan kesulitan keuangan mereka setelah kehilangan mata pencaharian dan aset mereka, kata Parker.
Banyak keluarga yang mengalami dampak kemarau terpaksa meminjam uang untuk membayar transportasi, makanan dan layanan kesehatan, kata PBB.
World Vision, badan amal, melaporkan bahwa setengah rumah tangga yang disurveinya di Badghis pada September mengatakan pernikahan anak-anak merupakan langkah yang diambil agar mereka bisa makan di saat kemarau.
Sekitar 11 juta orang -hampir setengah penduduk Afghanistan di kawasan pedesaan- akan menghadapi "ketidakamanan pangan yang sangat akut" hingga Februari, menurut sistem "Integrated Food Security Phase Classification (IPC)" yang digunakan badan-badan amal untuk mengukur tingkat kelaparan.
"Perang saudara yang berlangsung bertahun-tahun dan kondisi banyak lahan yang sangat menurun menimbulkan akibat musim kekeringan," menurut laporan IPC sejak Agustus.
Selain orang-orang yang pergi meninggalkan rumah mereka, konflik antara pemerintah dan kelompok-kelompok bersenjata, termasuk Taliban, sejauh ini telah membuat sedikitnya 282.000 orang terlantar tahun ini, kata PBB.
Perang selama 17 tahun itu juga telah menghancurkan sistem pendidikan Afghanistan, menurut laporan yang disiarkan pada Selasa "Global Coalition to Protect Education from Attack", aliansi lembaga-lembaga bantuan yang mencakup UNICEF dan Save the Children.
Dengan kenaikan jumlah serangan atas sekolah, guru dan siswa, jumlah anak-anak yang tak mengenyam pendidikan meningkat untuk pertama kali sejak tahun 2002, kata lembaga-lembaga tersebut.
Baca juga: Anak-anak jadi korban kemelut di Afghanistan
Sumber: Thomson Reuters Foundation
Editor: Mohamad Anthoni
Pewarta: Antara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2018