Sampai dengan November 2018 terdata sebanyak 198 kasus yang didokumentasikan LAPPAN 104 kasus, di antaranya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang tertinggi terutama kekerasan fisik dan penelantaran, kata Direktur Lapppan Maluku, Baihajar Tualeka.
"Beberapa korban KDRT mengakui bahwa suaminya selingkuh tidak lagi memberikan nafkah ekonomi sehingga membuat korban dan anak-anak semakin miskin, bahkan kehilangan sumber penghidupan yang berdampak pada pertumbuhan dan pendidikan anak," katanya, di Ambon, Selasa.
Menurut dia, kasus kekerasan seksual yakni perkosaan juga terbanyak sekitar 54 kasus. Selanjutnya 15 kasus pelecehan seksual, 14 kasus kekerasan dalam pacaran (KDP), tujuh kasus percobaan perkosaan.
Tercatat juga dua kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam konteks KDRT, serta pihaknya mendampingi satu kasus trafficking, disamping satu kasus eksploitasi seksual dan tiga kasus perkawinan yang tidak diinginkan.
Ia mengakui, kasus kekerasan dalam pacaran yang terbanyak adalah perkosaan yang menyebabkan korban hamil, percobaan perkosaan dan juga eksploitasi seksual.
Sementara di dalam konteks kekerasan di dalam rumah tangga, kasus kekerasan seksual dapat dilakukan terhadap istri atau anak perempuan. Beberapa korban kekerasan dalam rumah tangga, dengan pelaku bapak kandung dan bapak tiri yang memperkosa anak perempuan yang dilakukan secara berulang.
Proses pemulihan, kata dia, dalam makna luas harusnya diintegrasikan dalam proses pendampingan, sehingga korban bisa pulih.
Korban kekerasan untuk agar cepat pulih, maka proses pemulihan harusnya mendapatkan dukungan dari keluarga terdekat, diakui oleh masyarakat, mendapatkan dukungan spiritual dan dilibatkan dalam setiap kegiatan komunitas baik itu kegiatan keagamaan maupun kegiatan lainnya yang berdampak memperkuat korban.
Selain itu dilakukan terobosan melalui Mahkamah Agung yang telah memfasilitas Pengadilan Negeri Honipopu, di Kabupaten Seram Bagian Barat, yakni lembaga peradilan yang tersedia mendapatkan dukungan pemerintah kabupaten SBB untuk membuka akses hukum dan keadilan bagi masyarakat yang mencari keadilan.
"Hal ini sangat berdampak bagi korban karena kemudahan akses, lebih dekat dan tidak terlalu mahal bila dibandingkan proses persidangan dilakukan di PN Maluku Tengah," katanya.
Data kasus yang dilaporkan dan ditangani LAPPAN kurun waktu empat tahun terakhir, setidaknya ada 732 kasus, yaitu sebanyak 217 kasus pada 2015,137 kasus pada 2016, dan 2017 sejumlah 180 kasus.
"Data kasus ini jumlahnya beragam setiap tahun, hal ini karena rentan waktu dan wilayah proses pendokumentasian. Beberapa kasus lama masih ditangani di Tahun 2018 terutama untuk kasus kekerasan seksual perkosaan karena proses sidang masih menunggu jadwal Sidang di wilayah hukum Maluku Tengah," kata Tualeka.
Pewarta: Penina Mayaut
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018