Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia (KDI), Nurdin Halid, divonis dua tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA). Majelis hakim kasasi MA dalam petikan putusan Nomor 1384K/Pid/2005 yang diterima Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Andi Samsam Nganro, Jumat, menyatakan Nurdin Halid secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan minyak goreng. "Petikan putusan itu menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Andi. Selain itu, Nurdin juga dikenai denda Rp30 juta subsider enam bulan penjara. "Seluruh barang bukti yang tercantum dalam daftar barang bukti tetap dilampirkan dalam berkas perkara," kata Andi. Terkait putusan tersebut, Andi telah memberitahu pihak kejaksaan untuk melakukan langkah lebih lanjut. Putusan itu diambil dalam rapat permusyawaratan hakim MA yang terdiri dari Iskandar Kamil, Parman Suparman, Joko Sarwoko, dan Mugiharjo pada 13 Agustus 2007. Sebelumnya, pada pengadilan tingkat pertama Nurdin dituntut 20 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan minyak goreng menjelang bulan puasa. Namun, majelis hakim membebaskan Nurdin. Majelis menyatakan bahwa perbuatan terdakwa dalam melaksanakan penugasan pemerintah untuk menyediakan stok minyak goreng menjelang puasa dan hari raya bisa dilakukan dengan menggunakan dana pendistribusian minyak goreng dari Bulog. Oleh karena itu, majelis hakim memerintahkan JPU untuk membebaskan Nurdin dari segala dakwaan dan memulihkan nama baik dan harkatnya seperti semula. Majelis juga memerintahkan JPU untuk mengembalikan semua barang bukti kepada pihak yang berhak, dalam hal ini KDI. Waktu itu, JPU Arnold Angkouw langsung menyatakan kasasi atas putusan tersebut. "Ini di luar dugaan kami. Kami menuntut terdakwa 20 tahun dan majelis hakim membebaskannya dari tuntutan JPU. Menurut Arnold, ada perbedaan persepsi dan pertimbangan antara majelis hakim dengan JPU, terutama mengenai kebijakan hasil rapat KDI yang menunda penyetoran dana hasil penjualan minyak goreng senilai Rp 169 miliar. Keputusan ini dinilai perbuatan melawan hukum. (*)
Copyright © ANTARA 2007