Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia meyakini pertumbuhan ekonomi pada 2019 akan melebihi realisasi pertumbuhan 2018 yang diperkirakan sebesar 5,1 persen (tahun ke tahun/yoy), dengan empat amunisi kebijakan di luar instrumen suku bunga acuan.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan BI di Jakarta, Selasa, menekankan instrumen suku bunga acuan di 2019 akan digunakan untuk menjaga stabilitas perekonomian dengan parameter nilai tukar dan inflasi.
Namun, Perry membantah jika BI disebut membiarkan pertumbuhan ekonomi melambat dengan menaikkan suku bunga acuan. Dalam kurun enam bulan saja, Mei-November 2018, BI sudah menaikkan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" sebanyak 175 basis poin menjadi enam persen.
"Ingat satu jamu pahit kenaikan suku bunga, tapi ada empat 'jamu manis', untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry.
Empat amunisi atau "jamu manis" yang disebut Perry itu diterjemahkan dalam beberapa kebijakan yang akomodatif. Pertama, kebijakan untuk memperdalam pasar keuangan agar meningkatkan instrumen alternatif pendanaan bagi perekonomian.
Kedua, kebijakan untuk menjaga likuiditas perbankan yang memadai untuk mendorong perbankan menyalurkan pembiayaan.
Ketiga, BI juga terus mematangkan untuk melonggarkan kebijakan makroprudensial. Terakhir, kebijakan digitalisasi cara pembayaran untuk meningkatkan konsumsi dan pendapatan masyarakat.
Perry bahkan memperkirakan ekonomi masih bisa tumbuh di 5,2 persen (yoy) pada 2019.
"Rentang pertumbuhan ekonomi di 5-5,4 persen, dengan titik tengah di 5,2 persen, bisa juga ke 5,3 persen dan 5,4 persen," ujar Perry.
Bank swasta terbesar di Indonesia PT. Bank Central Asia Tbk mengingatkan BI untuk tetap waspada dengan potensi pengetatan likuiditas di 2019. Hal ini terkait dengan arah kebijakan suku bunga acuan BI di 2019 yang tetap antisipatif dan mendahului negara-negara lain (ahead of the curve).
Menurut Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, saat ini kondisi likuiditas perbankan sudah mengetat, yang terindikasi dari rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (Loan to Deposit Ratio/LDR) yang sudah mencapai 94 persen.
"Yang masalah likuiditas pasar sudah 94 persen. Kalau DPK tahun depan cuma 8 persen, kredit 12 persen, LDR makin besar lagi. Ini rada harus waspada," kata Jahja di kesempatan yang sama.
Baca juga: BI prediksi ekonomi 2019 tumbuh hampir sama dengan tahun ini
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018