Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu didesak untuk memperbaiki sistem distribusi dan perdagangan, agar lonjakan kenaikan harga kebutuhan pokok tidak selalu berulang setiap tahun pada Ramadhan dan Idul Fitri. "Kenaikan harga secara signifikan pada Puasa dan Lebaran yang berulang setiap tahun seharusnya bisa diantisipasi pemerintah," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI), Natsir Mansur, di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan sampai saat ini kebijakan yang dilakukan pemerintah, terutama Mendag, dalam mengatasi gejolak harga selalu bersifat ad hoc, dengan melakukan operasi pasar (OP). "OP bukan suatu mekanisme perdagangan dan distribusi yang baik. OP menunjukkan ada sesuatu yang tidak benar dalam sistem perdagangan dan distribusi kita, sehingga harus segera diperbaiki," ujar Natsir. Ia menilai Departemen Perdagangan (Depperdag) seharus telah mengantisipasi lonjakan kenaikan harga kebutuhan pokok tersebut, karena kejadiannya selalu berulang. Apalagi, menurut Natsir, Depperdag melakukan pemantauan harga pasar dan mengetahui secara pasti bahwa terjadi lonjakan permintaan kebutuhan pokok menjelang Puasa dan Lebaran, sehingga pasokan harus naik dan distribusinya harus disiapkan. "Kenaikan ini hanya hukum ekonomi saja, kalau permintaan meningkat dan pasokan kurang maka harga akan naik. Tugas pemerintah cq Mendag mempersiapkan kelancaran pasokan dan distribusi agar di tingkat pengecer barang sudah ada," ujarnya. Lebih jauh ia mengatakan kenaikan harga yang wajar untuk kebutuhan pokok masyarakat berdasarkan kenaikan harga bahan baku saat ini sekitar 5-10 persen. Kalau lonjakannya di atas kisaran tersebut, berarti ada sistem perdagangan dan distribusi yang tidak benar. Natsir mencontohkan kenaikan harga gula dari Rp6.500 menjadi Rp7.200 per kilogram (kg) saat ini akibat sumbatan distribusi dari D1 (distributor besar) ke D3 (pedagang kecil, pengecer). "Kenaikan harga gula yang cukup tinggi, bahkan di luar Jawa mencapai sekitar Rp9.000 per kg akibat minimnya pasokan ke tingkat pengecer dari D3 dan D2 (pedagang menengah), padahal permintaan naik," ujarnya. Natsir menjelaskan pada Mei - Desember, konsumen mengkonsumsi gula domestik, namun pasokan dari produsen gula nasional terutama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) tersendat karena sedang menggunakan mekanisme tender baru. Akibatnya ke pedagang menengah berjalan lebih lambat dan pasokan gula di tingkat pedagang pengecer minim, sehingga harga naik. Sedangkan kenaikan harga terigu terjadi karena harga gandum dunia melonjak, sementara produsen terigu nasional -- sebagian besar lebih dari 80 persen -- mengandalkan bahan baku berupa gandum dari luar negeri. Soal lonjakan harga minyak goreng, Natsir menilai sudah ada penangan meskipun dikritisinya masih menggunakan manajemen panik. "Intinya pengelolaan perdagangan dan distribusi barang harus dilakukan secara cerdas oleh Mendag. Kan bisa dilihat kapan barang itu diproduksi, dibutuhkan lebih besar, sehingga bisa disiapkan distribusi yang baik. Jangan lonjakan harga menjadi ritual tahunan," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007