Jakarta (ANTARA News) - KPK ingin mengusulkan agar pemerintah menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk merevisi UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Mungkinkah ada Perppu untuk UU No 31 tahun 1999 yang memasukkan kegentingan korupsi di 'private sector' (korupsi sektor swasta), lalu trading influence (memperdagangkan pengaruh), lalu ada illicit enrichment (penambahan kekayaan dengan tidak wajar) dan asset recovery (pengembalian aset hasil kejahatan). Kami mohon dukungan Menkumham dalam waktu sependek ini," kata Kepala KPK, Agus Rahardjo, di Gedung KPK, Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan hal tersebut diskusi publik "Hasil Review Putaran I dan II Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC).

"Kita ingin punya UU Tipikor yang baru, UU Tipikor yang mengakomodasi 'gap' kita dengan UNCAC karena ada hal yang sangat penting, mendesak, genting dan harus diwujudkan yaitu perubahan UU Tipikor," ungkap Agus.

Berdasarkan hasil "review" Putaran I UNCAC pada 2010-2015 terhadap kinerja pemberantasan korupsi Indonesia yaitu mengenai pemidanaan dan penegakan hukum serta kerja sama internasional, Indonesia sudah menyelesaikan 8 rekomendasi dan 1 rekomendasi parsial dari total 32 rekomendasi putaran pertama.

Sedangkan "review" Putaran II pada 2016-2018 mengenai pencegahan korupsi dan pemulihan aset hasil korupsi, dihasilkan 14 tekomendasi terkait pencegahan dan tindak pidana pencucian uang serta 7 rekomendasi terkait pemulihan aset.

Dari kedua "review" tersebut, Indonesia diminta untuk memperbaiki UU Tipikor, UU Pemberian Bantuan Hukum Timbal Balik Pidana, UU Ekstradisi, UU Perampasan Aset, UU KUHAP agar memasukkan "illicit encirchment", korupsi sektor swasta, "trading in influence", suap terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional.

"Perubahan UU No 31/1999 itu menurut saya penting dan mendesak untuk dilakukan karena kalau KPK tenaganya cukup hari ini, kita bisa OTT (Operasi Tangkap Tangan) setiap hari, hampir semua bupati dan banyak pejabat masih melakukan tindak pidana yang dilakukan seperti yang dilakukan para bupati yang kita tangkap, jadi kegentingannya penyelenggara negara bisa habis karena ditanggapi," jelas Agus.

Agus juga menggarisbawahi mengenai pentingnya peran masyarakat juga masuk ke UU Tipikor.

"Yang perlu segera masuk sebetulnya perlu peran serta masyarakat, di situ disampaikan peran masyarakat dalam negara merupakan hak dan kewajiban untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, itu esensinya penting karena selama ini penegak hukum yang bergerak, masyarakat belum bergerak," tambah Agus.

Namun untuk merevisi UU Tipikor, undang-undang itu harus masuk ke program legislasi nasional (prolegnas) lebih dulu dan hal itu masih harus menempuh jalan panjang.

"Kalau jalur prolegnas panjang, bagaimana kalau kita membuat Perppu? Kalau itu bisa jalan kan relatif cepat, DPR kan tinggal lihat mengesahkan atau tidak. Tapi draf perppu sudah kita siapkan dengan baik, kami di KPK sudah berjalan, tapi periode ini tidak lama berjalan, tapi semoga saja bisa," ungkap Agus.

Menanggapi usulan tersebut, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan bahwa pemberanasan korupsi di Indonesia sudah berada di jalur yang tepat, namun berjalan lambat.

"Kalau perppu akan menimbulkan peredebatan banyak pihak, apalagi mengenai kondisi kedaruratannya, terutama saat ini adalah tahun politik," kata Yasonna dalam diskusi yang sama.

Menurut Yasonna, dalam 1-2 tahun ini intensitas pembahasan UU terkonsentrasi kepada UU tertentu, namun target prolegnas pun meleset.

"Saya terkejut target-target prolegnas kita jauh dari harapan, dari setiap tahun seharusnya 50 UU, yang selesai 10 UU. Ini yang membuat prioritas untuk melahirkan perundangan terbatas, tapi kalau ada komitmen politik misalnya dimasukkan UU Tipikor yang diinisasi oleh KPK dengan melibatkan seluruh 'stakeholeders', saya bisa karena kalau (usulan UU) dari DPR suuzonnya masih tinggi sekali," tambah Yasonna.

Apalagi menurut Yasonna, dalam pembahasan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang ingin memasukkan perdagangan pengaruh (trading in influence) dan korupsi sektor swasta, reaksi dari pihak swasta pun cukup kencang.

"Jadi kita buat saja 'time table', kalau setelah pemilu teman-teman yang sudah tidak terpilih akan ogah-ogahan datang (sidang) kalau begitu masukkan RUU Tipikor ini dalam Prolegnas 2020 yang akan diputuskan pada 2019, maka itu jadi agenda prioritas kita," jelas Yasonna.

Sedangkan perwakilan dari DPR yaitu Ketua Komisi III yang membidangi hukum Kahar Muzakir megnatakan bahwa DPR mendorong kerja pemberantasan korupsi yang selama ini sudah dilakukan KPK.

"Masih banyak yang belum masuk dalam UU Tipikor ini dan kalau dianggap perlu direvisi maka kami dari DPR sangat mendukung upaya-upaya ini. Tidak ada orang di republik ini yang tidak setuju dilakukan pemberantasan korupsi, tidak ada masalah tapi memang bisa ada resistensi dari beberapa pihak," kata Kahar.

Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018