Jakarta (ANTARA News) - Pemegang saham Blakgold Natural Resources Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta karena terbukti menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar non-aktif Eni Maulani Saragih senilai Rp4,75 miliar.

"Menyatakan terdakwa Johanes Budisturisno Kotjo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Mejatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun serta pidana denda sejumlah Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan, belum pernah dihukum, dan bersikap kooperatif dan mengakui perbuatan dengan terus terang sehingga memudahkan penutnt umum membuktikan dakwaannya," tambah Ronald.

JPU KPK juga menolak permohonan Kotjo untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau "justice collaborator" (JC).

"Terkait permohonan penetapan 'justice collaborator' yang diajukan oleh terdakwa kepada pimpinan KPK, dapat kami sampaikan bahwa terdakwa merupakan pelaku utama dalam perkara ini yaitu merupakan subjek hukum yang telah memberi uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp4,75 miliar kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR 2014-2019 dengan maksud agar Eni Maulani Saragih membantu terdakwa mendapatkan proyek Independent power producer (IPP) pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang RIAU 1 (PLTU MT Riau-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd yang dibawa oleh terdakwa," ungkap Ronald.

JPU juga menilai bahwa Kotjo sangat kooperatif dan mengakui perbuatannya secara terus terang di dalam proses persidangan sehingga sangat membantu penuntut umum.

"Namun keterangan terdakwa tidak membuka atau membongkar perkara atau peranan pihak lain yang lebih besar maka permohonan JC yang diajukan terdakwa tidak dapat dikabulkan," ungkap Ronald.

Perkara ini diawali pada sekitar 2015 yang mengetahui rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 sehingga ia mencari investor dan didapatlah perusahaan China Yakni CHEC Ltd dengan kesepakatan bila proyek berjalan maka Kotjo akan mendapat 'fee' sebesar 2,5 persen atau sekitar 25 juta dolar AS dari perkiraan nilai proyek 900 juta dolar AS.

Fee itu akan dibagikan kepada:
1. Kotjo sendiri sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS
2. Setya Novanto sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS
3. Andreas Rinaldi sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS
4. CEO PT BNR Ltd Rickard Philip Cecile sebear 12 persen atau sekitar 3,125 juta dolar AS
5. Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang sebesar 4 persen atau sekitar 1 juta dolar AS
6. Chairman BNR Ltd Intekhab Khan sebsar 4 persen atau sekitara 1 juta dolar AS
7. Direktur PT Samantaka Batubara James Rijanto sebesar 4 persen atau sekitar 1 juta dolar AS
8. Pihak-pihak lain yang membantu sebesar 3,5 juta dolar AS atau sekitar 875 ribu dolar AS.

Atas tuntutan itui, Kotjo akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada 3 Desember 2018.

Baca juga: Pengusaha didakwa suap Rp4,75 miliar untuk Eni Maulani-Idrus Marham

Baca juga: Saksi: Penyetoran modal PLTU Riau tak sesuai aturan

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018