"Segera kita undang, bukan panggil ya, kita akan undang nanti masjid-masjid pemerintah untuk kontrol, mengevaluasi dan memperbaiki," kata Wapres Jusuf Kalla usai menutup Rapat Kerja Nasional (Rakernas) DMI di Jakarta, Minggu.
Wapres mengatakan dugaan masjid-masjid di kantor pemerintah yang terpapar paham radikal itu antara lain disebabkan oleh kepengurusan masijd yang tidak dipegang langsung oleh pejabat tinggi kantor tersebut.
"Jadi, yang salah itu umumnya, masjid-masjid pemerintah itu diurus oleh pegawai-pegawai yang di bawah, sehingga sulit, tidak ada kontrolnya," tambahnya.
Oleh karena itu, Wapres akan meminta pimpinan kantor pemerintah dengan masjid terduga radikal untuk menunjuk pejabat di lingkungan kantornya yang berpendidikan tinggi dan memahami agama dengan baik.
"Sekarang, kita minta betul pengurus masjid yang diketuai oleh pejabat yang lebih tinggi, yang memahami keagamaan, sehingga bisa tersaring sistemnya itu," katanya.
Terkait adanya masjid terpapar paham radikal, Wapres mengatakan telah mengantongi daftar masjid tersebut dan telah membawa persoalan itu dalam rapat internal DMI.
Salah satu upaya untuk mengatasi penyebaran paham radikal di lingkungan masjid itu, JK mengatakan solusinya adalah melakukan pendekatan terhadap para penceramah di masjid.
Badan Intelijen Negara (BIN) telah mendapatkan laporan dari Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) NU bahwa berdasarkan survei ada 50 penceramah di 41 masjid lingkungan pemerintah terpapar radikal.
Survei tersebut mengungkapkan sedikitnya 41 dari 100 masjid milik kantor pemerintah terindikasi radikal yang disebarkan melalui setiap ceramahnya. Dari 41 masjid tersebut, 17 di antaranya masuk dalam kategori radikal tinggi, 17 lainnya radikal sedang dan tujuh masjid berkategori radikal rendah.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018