Jakarta, (ANTARA News) - Setelah dipastikan tersingkir dari Piala AFF 2018, praktis tak ada lagi yang bisa diperjuangkan tim nasional sepak bola Indonesia di turnamen se-Asia Tenggara edisi terkini itu.
Pertandingan terakhir Grup B Piala AFF 2018 menghadapi Filipina di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu pukul 19.00 WIB pun tidak akan berarti apa-apa bagi Indonesia.
Namun, bukan berarti skuat berjuluk tim Garuda akan melepas laga itu begitu saja. Anak-anak asuh pelatih Bima Sakti tetap mengincar kemenangan demi mempertahankan harga diri sebagai tuan rumah yang menjamu lawan di stadion bersejarah.
Tercatat, di Piala AFF, kekalahan terakhir timnas Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno terjadi pada Piala AFF 2008 yaitu dari Singapura di fase grup dan Thailand di semifinal.
Timnas Indonesia tentu tidak ingin mengulang catatan kelam tersebut. Persiapan dilakukan, kemenangan menjadi tujuan. Semangat para pemain, pelatih dan staf tetap membara meski semifinal tak lagi di depan mata.
"Kami sedih tidak lolos dari grup, tetapi semangat kami masih sama. Kami akan menunjukkan permainan bagus di laga terakhir demi meraih kemenangan," kata pemain sayap timnas Indonesia Andik Vermansah.
Meski demikian, pertandingan melawan Filipina dipastikan tidak akan mudah. Pasalnya, pasukan "The Azkals" membutuhkan setidak-tidaknya hasil seri untuk menggapai empat besar Piala AFF 2018.
Selain motivasi itu, skuat Filipina saat ini tak bisa dipandang sebelah mata karena keberadaan pelatih berkaliber dunia Sven-Goran Eriksson.
Dengan segala pengalamannya, termasuk menangani timnas Inggris di Piala Dunia tahun 2002 dan 2006, Eriksson memiliki cara dan variasi taktik di atas lapangan.
Kemampuan itu didukung kualitas para pemain Filipina yang mampu beradaptasi cepat dengan perubahan strategi di lapangan ketika ada sesuatu di luar rencana terjadi, misalnya, ada pemain yang cedera atau diusir wasit.
"Pengetahuan taktik pemain Filipina lebih baik dibandingkan Indonesia karena banyak pemainnya bermain di luar negeri seperti Inggris, Belgia dan Jerman," kata pelatih timnas Filipina tahun 2010-2011 Simon McMenemy.
Monoton
Timnas Indonesia sendiri cenderung tampil monoton selama Piala AFF 2018. Strategi Indonesia memanfaatkan lebar lapangan melalui pemain sayap dengan formasi 4-2-3-1 seperti mudah ditebak lawan.
Pelatih timnas Indonesia Bima Sakti mengakui bahwa taktik yang digunakannya tersebut merupakan peninggalan Luis Milla yang sudah dipakai sejak tahun 2017. Bima tidak dapat melakukan perubahan karena sempitnya waktu persiapan.
Bima sendiri bisa dikatakan pelatih "dadakan" di timnas Indonesia. Dia ditunjuk jadi pelatih skuat Garuda pada akhir Oktober 2018 atau kurang lebih dua minggu sebelum Piala AFF 2018 bergulir. Sebelumnya, Bima merupakan asisten pelatih timnas U-23 dan senior Indonesia yang ditangani pelatih asal Spanyol, Luis Milla.
Setelah diberikan tanggung jawab, Bima tidak memiliki banyak waktu untuk mengubah taktik, strategi dan pemain. Oleh sebab itulah dia memilih untuk menerapkan taktik lawas ala Luis Milla. Para pemain yang dipanggil pun tidak jauh dari sosok-sosok yang pernah dipercaya Milla.
Bima mengatakan, tidak mudah membangun dan melatih tim nasional, apalagi dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, dia meminta masyarakat dan pencinta sepak bola nasional untuk mendukung siapapun pelatih timnas Indonesia baik itu orang asing atau pelatih lokal.
"Berikan dukungan semaksimal mungkin karena tidak mudah menjadi bagian dari tim nasional," tutur Bima.
Pelatih berusia 42 tahun itu harus memutar otak menemukan cara untuk memecahkan kebuntuan timnas menyerang dari sayap lebar. Dia pun mengganti duet sayap Febri Hariyadi-Irfan Jaya yang seolah tak terganti sejak Asian Games 2018, dengan duo Riko Simanjuntak-Andik Vermansah.
Riko dan Andik, yang sama-sama bertubuh mungil tetapi memiliki kemampuan melewati lawan dengan keterampilan individunya, tampil bersama sejak menit pertama kala menghadapi Thailand di laga ketiga Indonesia di Grup B Piala AFF 2018.
Mereka tampil menjanjikan dan merepotkan lawan di awal laga kontra Thailand, sampai Andik ditarik keluar karena cedera di akhir babak satu. Indonesia pun kalah 2-4 di akhir laga.
Kondisi Andik yang kini terus membaik dari cedera lengan membuatnya sangat mungkin diturunkan kembali bersama Riko di pertandingan menghadapi Filipina.
Suporter
Pelatih tim nasional sepak bola Filipina tahun 2010-2011 Simon McMenemy menilai, Indonesia bisa mengalahkan Filipina jika suporter Indonesia memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
Pria yang kini menjadi juru taktik klub Bhayangkara FC di Liga 1 Indonesia ini berkisah, saat masih menukangi Filipina dan menghadapi Indonesia di semifinal Piala AFF 2010, dia merasakan sendiri bagaimana atmosfer SUGBK dengan puluhan ribu penonton menciptakan suasana mencekam bagi tim lawan.
Ketika itu, Filipina harus menjalani laga kandang dan tandang di SUGBK karena mereka belum memiliki stadion berstandar internasional AFF. Simon mengakui timnya kesulitan dan pada akhirnya harus kalah dengan skor total 0-2.
"Kondisi stadion yang penuh dengan suporter akan meningkatkan motivasi pemain Indonesia. Sebaliknya, bagi lawan itu merupakan suasana yang mengintimidasi," tutur pelatih asal Skotlandia tersebut.
Pendapat ini bukannya tidak disadari oleh pemain dan pelatih timnas Indonesia.
"Kami tetap berharap dukungan dari suporter Indonesia di pertandingan melawan Filipina," tutur pelatih Bima Sakti.
Bima dan semua pemain timnas Indonesia boleh saja berharap SUGBK penuh saat menghadapi Filipina, tetapi sulit membayangkan itu terjadi melihat minimnya dukungan suporter untuk timnas.
Bahkan, sebelum laga Grup B Piala AFF 2018 kontra Timor Leste di SUGBK, Selasa (13/11), beredar ajakan untuk tidak menonton pertandingan Indonesia di media sosial Twitter dengan tanda pagar (tagar) #KosongkanGBK.
Baca juga: Andik Vermansah prihatin sikap suporter Indonesia
Bima Sakti yang mengetahui semua itu mencoba menilainya dengan arif. Menurut dia, segala kritikan ataupun gerakan suporter untuk timnas Indonesia semata-mata ditujukan demi prestasi tim nasional.
"Saya kira itu tidak masalah. Mereka melakukan hal itu karena cinta dan keinginan agar timnas beprestasi," tutur Bima. ***4***
Baca juga: Fachruddin: kegagalan di AFF karena banyak faktor
Baca juga: Bima sentil komunikasi PSSI terkait program timnas
Baca juga: Indonesia Waspadai Postur dan Pemain Naturalisasi Filipina
Baca juga: Andik: Momen melatih Bima Sakti kurang pas
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2018