Jakarta (ANTARA News) – Baru-baru ini penggunaan financial technology (fintek) asal Tiongkok WeChat Pay dipermasalahkan di Bali. Pasalnya, aplikasi uang digital ini ternyata tidak memiliki izin beroperasi di Indonesia.

Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Andri B. S. Sudibyo, di Jakarta, Sabtu, membenarkan hal tersebut berdasarkan pasal 9 PBI No.19/12/PBI/2017 mengenai penyelenggaraan teknologi finansial dan pasal 8 ayat (1) PADG No.19/15/PADG/2017 (tentang tata cara pendaftaran, penyampaian informasi dan pemantauan penyelenggaraan teknologi finansial).

“Bank Indonesia belum mencatat izin operasi WeChat Pay sebagai penyelenggara teknologi finansial yang telah terdaftar di Bank Indonesia,” tegas Andri.

Menurutnya, semua orang dapat mengakses platform internasional tersebut melalui internet.

“Kita tidak bisa asal memblokir. Kita harus memanggil mereka untuk menanyakan apakah mereka memiliki database di Indonesia, berkantor di sini, dan bertransaksi di sini. Dari sisi pemerintah sudah jelas kalau tidak mendapatkan izin beroperasi mesti ditutup, tapi mungkin hanya akan di-suspend saja. Kita harus membentengi wilayah ekonomi digital ” ujarnya.

Alasan WeChat Pay menjadi alat transaksi di Indonesia oleh Turis Tiongkok, menurut Andri, kurang efektif dalam mendatangkan devisa negara.

“Belum tentu transaksi menggunakan WeChat Pay mendorong wisatawan Tiongkok datang ke Indonesia. Mengingat kontribusi langsung pada transaksi masih belum clear. Transaksi itu harus rill dengan menggunakan rupiah,” tegasnya.

Permasalahan WeChat Pay ini masuk dalam ranah teknologi, sambungnya, negara dalam hal ini mesti memberdayakan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

“Adanya fintek semacam ini merupakan intervensi ekonomi secara digital di Indonesia. Oleh karena itu, kita harus serius membangun kemampuan untuk membentengi wilayah digital. Bila kita membebaskan hal tersebut, maka terjadi inflitrasi yang menyebabkan ekonomi akan berantakan, yang merujuk pada UU nomor 16 tahun 2012 mengenai Industri Pertahanan yang merupakan tugas dari Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP),” ungkap Andi.

Menurutnya, ke depan transaksi konvensional akan beralih ke digital dan Indonesia mesti serius dalam menggarap ekonomi digital.

“Ke depan, ekonomi digital akan tumbuh mencapai 30 persen. Justru, saatnya Indonesia memfasilitasi platform digital milik anak bangsa. Seperti WeChat Pay, misalnya, sebaiknya berkolaborasi dengan mereka. Sehingga, terjadi alih teknologi, peneriman pajak, dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia,” pungkas Andi.

Pewarta: Anggarini Paramita
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018