Sesuai dinamika zaman ketika ekonomi sudah berbasis pada pengetahuan, maka modal dan tenaga kerja tidaklah cukup untuk membuat simulasi dan memprediksi pertumbuhan ekonomi..

Oleh Dyah Sulistyorini *)

Barangkali pernah ada peneliti di Indonesia yang ingin memublikasikan hasil risetnya di jurnal internasional, namun ditolak karena kurang memenuhi standar.

Penolakan tersebut mungkin karena karya ilmiah yang dikirimkan tidak sesuai dengan tema, tidak mengikuti template dan selingkung atau mungkin karena tidak mengikuti pedoman referensi dan kutipan atau sitasi bibliografis sesuai standar internasional.

Standar atau aturan-aturan dalam publikasi karya ilmiah di tingkat internasional memang harus diikuti. Melalui standardisasi maka produk-produk pengetahuan itu dapat "saling bicara" lalu menciptakan jaringan di luar dirinya sekaligus meningkatkan rantai pasok yang efisien sehingga memacu daya saing global. Dengan kata lain, melalui standardisasi maka produk-produk lembaga dokumenter seperti jurnal ilmiah tersebut menjadi mudah dipertukarkan.

Kemampuan "saling bicara" adalah istilah yang dilontarkan Blasius Sudarsono, kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI) periode 1990 hingga 2001.

Menurut Blasius, "saling bicara" meminjam istilah kompatibilitas dan interoperabilitas. Kompatibilitas yakni keadaan menyesuaikan diri sedangkan interoperabilitas mengacu pada suatu produk atau sistem yang mampu berinteraksi dan berfungsi dengan produk atau sistem lain, kini atau di masa mendatang, tanpa batasan akses.

Kemampuan "saling bicara" tersebut akan menciptakan pengetahuan yang terkodifikasi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pengetahuan yang terkodifikasi ditandai dengan keteraturan, sistematis dan terstruktur, akan mempercepat proses duplikasi dan penyebarannya sehingga memberi dampak luar biasa pada kegiatan ekonomi.

Indonesia harus meningkatkan kuantitas dan kualitas riset dan dikomunikasikan, salah satunya melalui publikasi jurnal di kancah internasional. Diharapkan hasil dari penelitian tersebut menjadi inovasi yang dapat diterapkan dalam keseharian maupun dalam skala industri.

Memang standardisasi mendatangkan banyak keuantungan dari sisi teknologi, ekonomi dan sosial, sebagaimana tercantum dalam laporan penelitian Knut Blind berjudul "The economic benefits of standardization" yang terbit Juni 2011.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung pada banyak faktor. Dalam ekonomi klasik, faktor yang berpengaruh untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi adalah modal dan tenaga kerja. Sesuai dinamika zaman ketika ekonomi sudah berbasis pada pengetahuan, maka modal dan tenaga kerja tidaklah cukup untuk membuat simulasi dan memprediksi pertumbuhan ekonomi.

Pengembangan standardisasi pada prinsipnya adalah pengembangan akumulasi pengetahuan, teknologi, dan pengalaman para pemangku kepentingan. Proses standardisasi tersebut membantu menyelaraskan spesifikasi teknis suatu produk dan jasa sehingga membuat industri lebih efisien dan meningkatkan daya saing bagi perdagangan dan komunikasi internasional.

Di Indonesia perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) khususnya Bidang Dokumentasi dan Informasi (Dokinfo) dikelola oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI), melalui Komite Teknis 01.05 Bidang Dokinfo berdasarkan SK Kepala Badan Standar Nasional (BSN) No. 210/Kep/BSN/9/2013.

Menurut Hendro Kusumo, Kepala Pusat Perumusan Standar BSN, tujuan standardisasi Bidang Dokinfo adalah untuk meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produk, daya saing, perlindungan terhadap konsumen, meningkatkan kepastian kelancaran dan transaksi. Sedangkan manfaat SNI adalah sebagai acuan pengawasan, acuan untuk masyarakat, acuan transaksi dan acuan indrustri.

Komite Teknis 01.05 Bidang Dokinfo telah menghasilkan tujuh SNI yang pada pertengahan November telah disosialisasikan di Jakarta dengan rincian sebagai berikut:

1. Dokumentasi - Penyajian artikel pada terbitan berkala dan berseri lainnya SNI ISO 215:2014

2. Dokumentasi - Daftar isi terbitan berkala SNI ISO 18 : 2015

3. Informasi dan dokumentasi - Lembar judul buku SNI ISO 1086:2015

4. Informasi dan dokumentasi - Deskripsi dan rujukan bibliografis - Aturan penyingkatan istilah bibliografis SNI ISO 832:2016

5. Informasi dan dokumentasi - Sistem digital objek identifikasi SNI ISO 26324:2016

6. Informasi dan dokumentasi - Panduan referensi dan sitasi bibliografis untuk sumber daya informasi SNI ISO 690:2017

7. Informasi dan dokumentasi - Dasar dan kosakata SNI ISO 8533:2018/5127:2017

Sementara itu Plh. Deputi Jasa Ilmiah LIPI Agus Fanar Sykri memberikan apresiasi kepada ketua tim teknis 01.05 Bidang Dokinfo beserta seluruh anggotanya. Dia mengatakan bahwa dokumen SNI ini akan diterapkan pada seluruh peneliti pengelola jurnal di lingkungan LIPI.

Di tempat yang sama Sri Hartinah selaku ketua Komite teknis 01.05 Bidang Dokinfo mengatakan urgensi penyusunan RSNI Bidang Dokinfo menjadi SNI agar dunia pengetahuan dan teknologi di Indonesia bisa mengikuti daya saing global.

Sri Hartinah, yang pernah menjabat sebagai Kepala PDII-LIPI periode November 2011 hingga Mei 2018 itu mengatakan, "Publikasi-publikasi ilmiah kita harus mengikuti standar publikasi internasional agar dapat dipertukarkan di dunia global".

Sementara itu di tempat terpisah Farli Elnumeri, Presiden Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) berharap agar para pelaku bidang dokumentasi bukan hanya memahami standar-standar nasional Bidang Dokinfo namun juga agar mereka dapat menyesuaikan dengan SNI ini, meskipun tidak ada kewajiban yang memaksa.

Akhirnya penerapan SNI adalah suatu kerja bersama, adalah sinergi antarsektor untuk mengkaji ulang standar yang sudah hampir habis siklus hidupnya, kemudian menyosialisasikannya agar optimal pemanfaatannya.

*) Penulis adalah Manajer Riset & Pengembangan Data Informasi, Perum LKBN Antara


Baca juga: Pahami dokumentasi untuk kembangkan pengetahuan

Pewarta: -
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018