... Sistem Peradilan Pidana Anak harus menjadi acuan utama dalam penanganan anak sebagai pelaku

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan anak sebagai pelaku radikalisme dan terorisme tetap harus dipandang sebagai korban dalam penanganannya.

"Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak harus menjadi acuan utama dalam penanganan anak sebagai pelaku," kata Susanto dalam jumpa pers di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, Jumat.

Untuk memutus mata rantai agar anak tidak melakukan tindakan berulang dan tidak berdampak panjang bagi anak, rehabilitasi dan deradikalisasi harus benar-benar dilakukan.

Baca juga: BNPT: Negara bertanggung jawab bina anak teroris

Kebutuhan terhadap pekerja sosial spesialis dan psikolog spesialis yang kompeten merupakan keharusan agar proses rehabilitasi dan deradikalisasi tuntas dan tidak menyisakan masalah.

"Perlu pendekatan khusus dan kompetensi khusus untuk melakukan rehabilitasi dan deradikalisasi terhadap anak yang menjadi pelaku radikalisme," tuturnya.

Menurut Susanto, rehabilitasi dan deradikalisasi juga bisa dilakukan di ranah pendidikan, seperti yang dilakukan Pondok Pesantren Al Hidayah di Deli Serdang, Sumatera Utara.

"Al Hidayah di Deli Serdang bisa menjadi model rehabilitasi dan deradikalisasi berbasis pondok pesantren," jelasnya.

KPAI bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan mengadakan jumpa pers bersama terkait Sidang Hak Asasi Manusia IV yang diadakan di Jakarta sebelumnya.

Sidang Hak Asasi Manusia IV mengambil tema "Memperkuat Hak Asasi dan Mengembalikan Keadilan, Perdamaian dan Toleransi di Tengah Menguatnya Intoleransi, Radikalisme dan Ekstremisme dengan Kekerasan".
Baca juga: Awas, anak rentan tercemar radikalisme
Baca juga: Menteri Yohana: lindungi anak dari pengaruh radikalisme
Baca juga: Anak mantan teroris kibarkan merah putih

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018