Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka menyatakan terus memperjuangkan revisi UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara (ASN) untuk memberikan kepastian dan jaminan masa depan kerja.
"Pegawai yang terus-menerus sebagai honorer, belum ada kepastian dan jaminan masa depan. Pegawai yang statusnya belum jelas juga rentan terhadap tindakan intimidasi," kata Rieke Diah Pitaloka di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.
Menurut Rieke Diah Pitaloka, dirinya memperjuangkan revisi UU ASN, bukan sekadar untuk membantu kejelasan status para pegawai honorer tapi juga agar ada jaminan masa depan kerja pegawai dari negara.
Pegawai honorer yang statusnya belum jelas, menurut dia, rentan dari tindakan intimidasi, seperti yang dialami guru honorer di sebuah SMA Negeri di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Nuril.
Anggota Komisi VI DPR RI ini menjelaskan, kasus hukum yang dihadapi Baiq Nuril, sesungguhnya ada yang tidak pas dan melenceng.
Cara pandang mayoritas, kata dia, lebih pada persoalan legalistik, pelanggaran terhadap UU ITE.
"Padahal, yang namanya teori kasualitas, memiliki sebab-akibat. Jadi, dalam suatu persoalan tidak bisa hanya mempersoalkan akibatnya. Sementara penyebab persoalan tersebut, tidak dipersoalkan," katanya.
Rieke menegaskan, suatu akibat tidak akan muncul secara tiba-tiba, tanpa ada penyebabnya. "Ini yang menurut pandangan saya, tidak menjadi perhatian, termasuk dalam pengambilan keputusan di Mahkamah Agung," katanya.
Baca juga: Komisi II DPR wacanakan revisi terbatas UU ASN
Menurut Rieke, dalam kasus hukum yang dihadapi Baiq Nuril, persoalan yang seharusnya diproses, bukan bagaimana konten pencabulan itu bisa terviralkan dan siapa pelaku yang memviralkannya, tapi siapa pelaku pencabulan itu.
Dengan menggunakan perspektif "conditio sine quanon", kata dia, hukum seharusnya memeriksa penyebab persoalan sampai lahirnya akibat orang melakukan penyebaran.
"Jika perspektif ini yang digunakan, maka yang pertama kali harus mendapatkan pemeriksaan hukum sampai sanksinya adalah penyebabnya. Apakah kasus pencabulan itu benar atau tidak. Itu inti persoalannya, bukan persoalan penyebarannya," katanya.
Diberikatakan sebelumnya, Baiq Nuril yang digugat dengan tuduhan menyebarkan rekaman telepon mesum, tapi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Mataram, diputuskan memang karena tidak terbukti.
Namun kemudian, dari putusan MA yang diajukan Kejaksaan, membatalkan putusan PN Mataram dan memutuskan Baiq Nuril sebagai terpidana.
Baca juga: Anggota Komisi X perjuangkan revisi UU ASN
Baca juga: DPR minta pemerintah segera bahas revisi UU ASN
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018