Jakarta (ANTARA News) - Pemilik OEM Investment Pte Ltd dan Delta Energy Pte Made Oka Masagung menegaskan bahwa uang 3,8 juta dolar AS yang ia terima dari pengusaha Anang Sugiana bukan ditujukan untuk Setya Novanto tapi merupakan pelunasan utang.
"Anang membayar utang ke saya 1,8 juta dolar AS dan saya menjual saham 3 juta dolar AS ke Anang tapi saya baru kirim 1 juta dolar AS sebanyak 100 ribu lembar milik Delta Energy di Neuraltus Pharmaceutical Incorporation, hal itu wajar bagi saya sebagai pengusaha dan saham juga belum dibaliknamakan," kata Made Oka di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Made Oka bersama dengan mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena menjadi perantara pemberian uang 7,3 juta dolar AS kepada mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik (KTP-E).
"Sejak muda saya sudah berkecimpung dalam dunia usaha, berawal dari meneruskan usaha 'retail' toko Gunung Agung milik ayah saya hingga menjadi manajer keuangan di perusahaan terkemuka di Singapura pada 1980-an, saya belum pernah dituduhkan melakukan perbuatan pidana dan saya menaati peraturan, tapi nasib mengatakan lain, di usia senja nasib mengantarkan saya di kursi terdakwa," tambah Made Oka.
Ia mengaku tidak bisa mengingat keseluruhan perjalanan hidupnya termasuk perusahan yang ia miliki yaitu OEM Investment Pte Ltd dan Delta Energy Pte, tapi ia membantah ada aliran dana dari perusahan itu ke Setnov.
"Yang jelas tidak ada aliran dana ke Setya Novanto baik langsung maupun tidak langsung, saya bukan perantara memberikan uang ke Setya Novanto seperti dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum," ungkap Made Oka.
Made Oka juga mengaku mengalami serangan "stroke" sebanyak 4 kali yaitu pada 1993, 1995, 1998 dan 2001 yang mengakibatkan nyeri di kepala kronis dan masalah daya ingat.
"Peristiwa itu sudah terjadi lebih dari 5 tahun yang lalu dan sudah banyak pinjam-meminjam yang dilakukan pada masa itu tapi saya tidak pernah memberi atau menyerahkan uang ke Setnov baik di Indonesia maupaun Singapura seperti di tuntutan JPU. Pekerjan saya bukan makelar untuk memberikan 'fee' proyek melainkan hanya jual beli saham saya dengan Anang dan menerima pembayaran utang dari Anang," tegas Made Oka.
Ia mengaku juga tidak menutupi apapun dan bahkan memberikan surat kuasa kepada penyidik dan JPU KPK ke bank agar dapat menyidik ke mana aliran uang itu mengalir.
Dalam tuntutan JPU disebutkan "fee" untuk Setnov juga dikirimkan melalui Made Oka Masagung seperti kesepakatan yang dibuat sebelumnya.
Pada 14 Juni 2012 Made Oka menerima "fee" untuk Setnov sejumlah 1,8 juta dolar AS dari Johannes Marliem melalui rekening OEM Investment, Pte. Ltd pada OCBC Center Branch dengan "underlying transaction software development final payment".
Pada 10 Desember 2012, Made Oka Masagung kembali menerima "fee" untuk Setnov dari Anang sejumlah 2 juta dolar AS melalui rekening pada Bank DBS Singapura atas nama Delta Energy Pte Ltd yang juga merupakan perusahaan milik Made Oka yang disamarkan dengan perjanjian penjualan saham sebanyak 100 ribu lembar milik Delta Energy di Neuraltus Pharmaceutical Incorporation suatu perusahaan yang berdiri berdasarkan hukum negara bagian Delware Amerika Serikat.
Selanjutnya Made Oka menemui Hery Hermawan selaku Direktur PT Pundi Harmez Valasindo, dan menyampaikan bahwa Made Oka mempunyai sejumlah uang di Singapura, namun akan menarik secara tunai di Jakarta tanpa melakukan transfer dari Singapura sehingga pedagang valas Juli Hira dan Hery Hermawan memberikan uang tunai kepada Made Oka Masagung secara bertahap, sedangkan uang Made Oka yang di Singapura dipergunakan untuk pembayaran transaksi Hery Hermawan dan Juli Hira.
Selain menarik secara tunai, Made Oka juga mengirimkan sebagian uang dari Johannes Marliem kepada Irvanto melalui rekening milik Muda Ikhsan Harahap di Bank DBS sejumlah 315 ribu dolar AS. Uang tersebut selanjutnya diterima oleh Irvanto secara tunai dari Muda Ikhsan Harapan di rumah Irvanto.
Terkait perkara ini, sudah beberapa orang dijatuhi vonis yaitu mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Sugiharto dan mantan Dirjen Dukcapil Irman masing-masing 15 tahun dan denda masing-masing Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan.
Mantan Ketua DPR Setya Novanto 15 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sugihardjo selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp20,732 miliar.
Bekas anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong divonis Mahkamah Agung selama 13 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta wajib membayar uang pengganti sebesar 2,15 juta dolar AS dan Rp1,186 miliar subsider 5 tahun kurungan.
Mantan anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Markus Nari juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara KTP-E dengan sangkaan menghalang-halangi penyidikan namun proses penyidikannya masih berlangsung di KPK.
Baca juga: KPK perpanjang penahanan Made Oka Masagung
Baca juga: Made Oka Masagung tak bisa penuhi panggilan KPK
Baca juga: KPK panggil lagi Made Oka Masagung
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018