Bogor (ANTARA News) - Komitmen Amerika Serikat (AS) untuk membantu program "reforestasi" di Indonesia senilai 20 juta dolar AS dan kemudian bantuan kemitraan hutan dan iklim dari Australia senilai 100 juta dolar Australia perlu disambut baik, sebagai kesadaran global penyelamatan hutan dan ancaman perubahan iklim. "Ini bagian kesadaran global yang tumbuh sejak suara-suara tentang bahaya iklim, di mana banyak negara-negara yang merasa bahwa perubahan iklim mengancam kita sekarang. Mereka kemudian melihat bahwa Indonesia adalah sedikit dari negara itu (yang perlu dibantu) untuk menjaga hutannya secara lestari," kata Direktur Eksekutif Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), Taufik Alimi di Bogor, kemarin. LEI adalah lembaga independen yang mengembangkan sistem sertifikasi hutan lestari di Indonesia. Taufik Alimi mengemukakan hal itu saat diwawancarai ANTARA sehubungan dengan komitmen dua negara itu untuk membantu program-program "reforestasi" di Indonesia, yang disampaikan AS dan Australia, disela-sela kegiatan pertemuan KTT ke-15 Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Sydney, Australia, pekan ini. Presiden AS George W Bush (8/9) menyampaikan komitmennya untuk membantu program "reforestasi" di Indonesia senilai 20 juta dolar dalam pertemuannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan sehari (9/9) kemudian, Presiden Yudhoyono hadir dalam acara penandatanganan nota kemitraan senilai 100 juta dolar Australia, yang dihadiri Menteri Lingkungan Hidup Air Australia, Malcolm Turnbull. Dengan adanya nota "Kemitraan Hutan-Hutan Kalimantan dan Iklim Pemerintah Indonesia dan Australia" senilai 100 juta dolar Australia itu, diperkirakan selama 30 tahun, jumlah emisi gas rumah kaca yang dapat dikurangi mencapai 700 juta ton. Menurut Taufik Alimi, argumentasi perlunya komitmen itu disambut baik --yang diterjemahkan dalam bentuk bantuan finansial--bukan karena Indonesia mendapatkan uang, namun yang lebih esensial adalah tumbuhnya kesadaran global tersebut. "(Kesadaran global) itu adalah dalam arti Indonesia tidak dibiarkan lama mengelola hutannya sendiri, yang menjadi salah satu unsur penting perubahan iklim, sehingga perlu bersama-sama untuk tetap menjaga kelestarian hutan yang ada," katanya. Berkaitan dengan pertanyaan penting selanjutnya, yakni kenapa harus Indonesia yang mesti dibantu, ia menegaskan bahwa memang hutan tropis yang ada di dunia, termasuk di Indonesia tinggal sedikit, dan kemudian pemahaman itu muncul di dalam mitigasi perubahan iklim. "Inilah yang perlu kita sambut baik tadi," katanya. Taufik Alimi mengatakan, makna mendasar lainnya bila kemudian komitmen janji bantuan itu terwujud, maka Indonesia disebutnya "harus cerdas" untuk mengelolanya dalam bentuk program-program strategis bagi kepentingan "reforestasi" itu. Alasannya, selama ini pemahaman yang dominan adalah hutan hanya sebagai produsen kayu atau hutan sebagai asal bahan kayu, padahal banyak sekali yang bisa dimanfaatkan dari sekedar produksi kayu, tapi juga dari jasa lingkungan yang penting dan sebenarnya makin langka.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007