Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus segera merevisi asumsi harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang direncanakan dalam RAPBN Perubahan 2007 sebesar 60 dolar AS per barel mengingat kecenderungan harga minyak dunia yang tinggi hingga di atas 75 dolar AS per barel sekarang ini. Pengamat perminyakan Kurtubi di Jakarta, Rabu memperkirakan, harga minyak yang tinggi di atas 75 dolar AS per barel akan bertahan lama karena permintaan minyak dunia yang memang terus meningkat. "Asumsi harga ICP yang hanya 60 dolar AS per barel sangat tidak realistis," katanya. Menurut dia, asumsi harga minyak ICP dalam RAPBN 2007 yang realistis adalah di kisaran 67-70 dolar AS per barel. Kurtubi mengatakan, kenaikan harga minyak memang akan meningkatkan peneriman sektor migas. Namun, perbedaan harga minyak dunia dan ICP yang begitu tinggi hingga di atas 15 dolar AS per barel juga berdampak pada peningkatan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Selain itu, tingginya harga minyak juga akan menambah biaya impor BBM yang saat ini Indonesia masih impor 700.000 barel per hari. "Jadi, lebih banyak sisi negatifnya kalau pemerintah tidak segera mengubah asumsi harga minyak," katanya. Kurtubi juga mengatakan, keputusan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menambah produksi 500.000 barel per hari mulai 1 Nopember 2007 juga tidak akan berdampak signifikan bagi penurunan harga minyak. Sebelumnya, dalam sidang reguler OPEC di Vienna, Austria, Selasa (11/9), disepakati penambahan produksi 500.000 barel per hari sebagai upaya menekan harga minyak dunia.Sementara itu, Sekjen Departemen ESDM Waryono Karno mengatakan, pemerintah akan mencermati harga minyak dunia yang cenderung mengalami kenaikan belakangan ini. Menurut dia, pemerintah akan melihat kecenderungan harga minyak dalam beberapa waktu mendatang sebelum merevisi atau tidak harga minyak ICP. Gubernur OPEC untuk Indonesia Maizar Rahman mengatakan, tingginya harga minyak belakangan ini merupakan siklus tahunan, sehingga cenderung akan menurun dalam beberapa waktu mendatang. Menurut dia, sejumlah faktor yang mempengaruhi penurunan harga minyak adalah kenaikan permintaan minyak dapat dipenuhi negara OPEC dan non-OPEC. Selain itu, kapasitas kilang dunia juga mencukupi, produksi premium Amerika yang melebih permintaan karena telah melewati musim berpergian, persediaan stok minyak masih di atas lima tahun, dan sentimen pasar pada perdagangan berjangka yang cenderung turun. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007