Komentar-komentar dari Trump dilihat sebagai menawarkan secercah harapan bahwa tindakan tarif-tarif lebih lanjut dapat ditahan
Sydney (ANTARA News) - Pasar saham pada sejumlah Bursa Asia sedikit menguat pada perdagangan Senin pagi di tengah sinyal-sinyal bertentangan tentang peluang gencatan senjata dalam sengketa perdagangan China-AS.
Sementara kekhawatiran baru Federal Reserve AS mengenai prospek global menekan dolar AS.
Indeks MSCI, ukuran terluas dari saham Asia Pasifik di luar Jepang, meningkat 0,10 persen dan indeks KOSPI Korea Selatan menguat 0,50 persen, Nikkei Jepang bertambah 0,40 persen, tetapi kontrak berjangka E-Mini untuk S&P 500 tergelincir 0,3 persen.
Wall Street menguat pada Jumat (16/11) setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa ia mungkin tidak memberlakukan tarif-tarif lebih pada barang-barang China setelah Beijing mengirimkan daftar langkah-langkah yang bersedia diambil untuk mengatasi ketegangan perdagangan.
Komentar itu memicu spekulasi sebuah kesepakatan ketika Trump bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela pertemuan G20 di Argentina akhir bulan ini.
Namun, ketegangan China-AS jelas dipajang pada pertemuan APEC di Papua Nugini selama akhir pekan, di mana para pemimpin gagal menyepakati komunike untuk pertama kalinya.
Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan dalam sebuah pidato yang blak-blakan bahwa tidak akan ada akhir bagi tarif-tarif AS atas barang-barang China senilai 250 miliar dolar AS sampai China mengubah cara kerjanya.
"Komentar-komentar dari Trump dilihat sebagai menawarkan secercah harapan bahwa tindakan tarif-tarif lebih lanjut dapat ditahan dengan penundaan," kata Kepala Strategi Valas NAB, Ray Attrill, seperti dikutip Reuters.
"Saling kritik tajam antara Pence dan Presiden China Xi Jinping di PNG pada akhir pekan terus menunjukkan ini tidak mungkin."
Juga ketidakpastian prospek suku bunga AS. Para pembuat kebijakan Federal Reserve (Fed) masih mengindikasikan kenaikan suku bunga di depan, tetapi juga menyuarakan kekhawatiran lebih besar tentang potensi perlambatan global, mendorong pasar-pasar mencurigai siklus pengetatan mungkin tidak lebih jauh dijalankan.
"Pejabat-pejabat Fed memiliki waktu yang lebih mudah menunjukkan sedikit hawkish dengan mencatat perlambatan global yang muncul," kata Ahli Strategi Makro Deutsche Bank, Alan Ruskin.
Ini melemahkan ekspektasi kenaikan suku bunga yang bergerak di atas netral, yang Fed telah nominasikan sebagai antara 2,5 hingga 3,00 persen. "Pergeseran nada ini halus, tetapi cocok dengan nada pasar obligasi yang lebih bullish akhir-akhir ini, dan mulai memiliki dampak material pada dolar."
Itu akan memusatkan perhatian terhadap penampilan Presiden Fed New York, John Williams pada Senin waktu setempat, untuk melihat apakah dia mengulang tema yang sama.
Para investor telah memperpanjang kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut, dengan langkah Desember sekarang dihargakan 75 persen, turun dari lebih dari 90 persen. Berjangka menyiratkan suku bunga sekitar 2,75 persen untuk akhir tahun depan, dibandingkan dengan 2,93 persen awal bulan ini.
Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS bertenor 10-tahun telah turun menjadi 3,06 persen, dari posisi tertinggi baru-baru ini 3,25 persen.
Dolar AS mengikuti mencapai 96,438 terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, turun dari puncak 97.693. Euro naik pada 1,1414 dolar AS, sementara dolar AS mundur menjadi 112,77 yen.
Sterling tetap rentan pada 1,2833 dolar AS, setelah gejolak politik atas Brexit menyebabkan kerugian curam pekan lalu.
Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan pada Minggu (18/11) penggulingan dirinya akan berisiko menunda Brexit, karena ia menghadapi kemungkinan tantangan kepemimpinan dari dalam partainya sendiri.
Dengan kedua anggota parlemen pro-Uni Eropa dan pro-Brexit tidak senang dengan rancangan perjanjian, tidak jelas dia akan dapat memenangkan dukungan parlemen, meningkatkan risiko Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan.
Di pasar komoditas, emas mendapat dukungan dari penurunan dolar AS dan bertahan kuat pada 1.122 dolar AS per ounce.
Harga minyak mengalami kerugian minggu keenam berturut-turut pekan lalu, tetapi telah menemukan beberapa bantuan dari ekspektasi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan memangkas produksinya.
Minyak mentah Brent naik 55 sen menjadi 67,31 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS naik 58 sen menjadi 57,04 dolar AS per barel.
Baca juga: Bursa Tokyo menguat, indeks Nikkei dibuka naik 147,11 poin
Baca juga: Harga minyak mentah naik tipis, minyak Amerika sentuh 56,46 dolar/barel
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018