Semarang (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi masih menguji permohonan uji materi Pasal 240 Ayat (1) Huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD NRI Tahun 1945 meski penahapan pencalegan sudah lewat.

Bahkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia telah menetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR RI pada tanggal 20 September 2018, termasuk nama Dorel Almir, pemohon uji materi itu, ada di dalamnya.

Dorel Almir akan bersaing untuk meraih satu dari enam kursi dengan lima rekannya sesama partai plus caleg dari 15 partai peserta lain pada Pemilu Anggota DPR RI di Daerah Pemilihan II Sumatera Barat (Kota Pariaman, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Kota Payakumbuh, dan Lima Puluh Kota).

Dalam surat permohonannya tertanggal 30 Juli 2018, Dorel Almir menyatakan ketentuan persyaratan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) berpotensi merugikan karena tidak adanya pengaturan mengenai batasan waktu keanggotaan bagi anggota partai politik untuk menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg).

Meskipun di Partai Golkar tidak ada bacaleg dengan keanggotaan baru menjelang pembukaan pendaftaran bacaleg, berdasarkan pengamatan pemohon terhadap pendaftaran bacaleg yang berakhir 17 Juli 2018, bakal bersaing dengan bacaleg dari partai lain yang bukan berasal dari kader partai politik, melainkan patut diduga memiliki modal lain selain kualitas dan pemahaman pendidikan politik.

Menurut pemohon, "caleg instan" sangat berpotensi memengaruhi calon pemilih melalui modalnya itu.

Berdasarkan web Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, surat permohonan dari Dorel Almir itu tercatat pada tanggal 6 Agustus 2018 pukul 09.30 WIB dengan nomor registrasi 67/PUU-XVI/2018.

Caleg yang berasal dari luar partai tidak hanya ada di Daerah Pemilihan Sumatera Barat, tetapi juga di Dapil Jawa Tengah, kemungkinan juga di provinsi lain.

Menurut Ketua Harian DPD I Partai Golkar Jawa Tengah H.M. Iqbal Wibisono, jumlahnya tidak melebihi 10 persen dari total caleg dari partainya yang memperebutkan kursi DPR RI di 10 dapil se-Jateng.

Ia mencontohkan Panggah Susanto (mantan Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian) di Dapil VI Jateng. Dapil yang meliputi Kabupaten Purworejo, Kota Magelang, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Temanggung ini memperebutkan delapan kursi DPR RI.

Begitu pula, di Dapil X Jateng (Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, dan Kota Pekalongan), kata Iqbal, juga ada mantan politikus dari luar Partai Golkar, seperti Andriyanto Johan Syah, mantan anggota DPR RI dari PAN.

Khusus caleg yang akan memperebutkan 120 kursi DPRD Provinsi Jateng di 13 dapil, lanjut Iqbal, semuanya berasal dari internal Partai Golkar

Iqbal menegaskan bahwa Dewan Pimpinan Daerah I Partai Golkar Jateng tidak mengesampingkan kadernya pada Pemilihan Umum 2019, terbukti 100 persen calon anggota DPRD Provinsi Jateng berasal dari internal.

Iqbal yang pernah sebagai Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jateng mengakui kader luar yang terkenal berduit dan populer memang akan mengangkat nama partai menjadi lebih hebat. Namun, tentu saja di tengah kehebatan tersebut aspek kaderisasi terkesan dikesampingkan.

Partai Golkar Jateng melihat kaderisasi jauh lebih penting daripada sekadar mendudukkan orang menjadi anggota legislatif.

Titik Lemah

Sementara itu, agenda persidangan untuk Perkara Nomor 67/PUU-XVI/2018 yang dipimpin hakim konstitusi Anwar Usman, Senin (12/11), mendengar keterangan DPR dan ahli pemohon.

Dorel Almir menghadirkan pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti. Ahli ini menilai pengaturan dan institusionalisasi partai politik merupakan titik lemah dalam demokratisasi di Indonesia.

Sejak 1998, sistem pemilu sudah berubah berkali-kali, kemudian pemilihan presiden pun berubah. Akan tetapi, institusi partai politik itu sendiri belum mengalami perbaikan dari segi kualitas, kata Bivitri di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Senin (12/11).

Pada tahun 1998, partai politik di Indonesia hanya ada tiga partai. Namun, setelah melewati reformasi, jumlah partai politik di Indonesia bertambah menjadi 48 partai.

Sekarang pun masih banyak. Akan tetapi, menurut Bivitri, kualitasnya tidak sejalan dengan kuantitas yang terjadi hingga saat ini.

Bivitri menyebutkan salah satu solusi untuk permasalahan kualitas partai politik tersebut adalah dengan membenahi paket perundang-undangan yang terkait dengan demokrasi dan pemilu.

Dalam paket perundang-undangan itu, tidak hanya sistem pemilu serta lembaga-lembaganya yang diperhatikan, tetapi juga budaya politik melalui partai politik juga harus dilihat.

Perkara pengujian UU Pemilu ini dimohonkan oleh Dorel Almir yang merasa Pasal 240 Ayat (1) Huruf n UU No.7/2017 belum memberikan perlakukan yang sama di hadapan hukum.

Ketentuan "a quo" (tersebut) tidak mencantumkan syarat minimal waktu keanggotaan bagi anggota partai untuk menjadi bacaleg.

Pemohon berpendapat bahwa adanya syarat bagi bacaleg telah menjadi anggota partai politik sekurang-kurangnya minimal satu tahun, posisi partai politik peserta pemilu memberikan peran yang sangat strategis dalam menentukan kualitas dan kelayakan bakal calon wakil rakyat yang ada di daerah maupun di pusat.

Sidang uji materi ini masih tetap berlangsung di tengah masa kampanye Pemilu 2019. Tahapan selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan ke kepaniteraan paling lambat pada hari Rabu (21/11) pukul 10.00 WIB.

Apa pun keputusan MK, apakah mengabulkan permohonan atau sebaliknya, putusan Perkara Nomor 67/PUU-XVI/2018 ini bakal menjadi landasan untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan mengenai demokrasi dan pemilu berikutnya.*


Baca juga: KPU Sampang coret 25 bacaleg tak penuhi syarat

Baca juga: Menanti putusan MK atas pemilu ulang Sampang

Pewarta: Kliwon
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018