Saya ingin membuat kereta cepat 'made in Indonesia', harapan saya 2025 itu sudah punya 'protoype' dan teruji
Jakarta (ANTARA News) - Belum ada satu tahun Budi Noviantoro memimpin sebagai direktur utama perusahaan manufaktur kereta api, PT Industri Kereta Api (Inka) namun Ia memiliki mimpi untuk membuat terobosan, salah satunya adalah menciptakan kereta cepat.
Tidak ada alasan bagi pria kelahiran Bojonegoro, Jawa Timur, 17 November 1960 itu untuk tidak mewujudkan mimpinya tersebut, setidaknya pada 2025.
"Saya ingin membuat kereta cepat made in Indonesia, harapan saya 2025 itu sudah punya protoype dan teruji," ujarnya.
Artinya, desain kereta cepat sudah tervalidasi dengan kecepatan 250 kilometer per jam.
Untuk mencapai impian itu, Budi menyebutkan dua hal yang paling dibutuhkan, yaitu sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas uji.
Karena itu, pria lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Surabaya (ITS) itu telah menandatangani nota kesepahaman dengan sejumlah universitas, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), ITS dan Universitas Diponegoro (Undip) untuk menciptakan tenaga ahli yang siap dengan memasukan program studi khusus perkeretaapian.
Ia sendiri sudah menggagas program studi khusus teknologi perkeretaapian di Politeknik Madium yang sudah berjalan selama dua bulan.
"Kita sepakat harus ada SDM, hasilnya apa, ada program studi khusus di Poltek Madiun dan saya dosennya," katanya.
Persiapan SDM ini Ia pelajari dari China di mana banyak universitas yang menyediakan jurusan atau program studi khusus perkeretaapian, sehingga produk riset terus dihasilkan.
Budi menilai riset mau tidak mau harus dilakukan sendiri karena dalam praktiknya tidak mudah melakukan transfer teknologi (TOT) dari negara lain, meskipun Indonesia masih butuh, namun sifatnya hanya supervisi, contohnya dari Jepang.
Karena itu, Ia sudah meminta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk memfasilitas riset, yaitu uji publik, uji motor dan uji inverter serta untuk tes rel sepanjang 50 kilometer.
"KA cepat itu bukan hal yang mudah, very very sensitive, toleransinya zero, enggak boleh meleset, kalau meleset wassalam, harus betul-betul yakin enggak sembarangan," katanya.
Diharapkan pada 2030, mimpi Budi sudah terealisasi sesuai dengan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030.
Berani Bermain di Pasar Global
Selain menciptakan kereta cepat, mimpi Budi lainnya adalah semakin memperluas pasarnya di kancah global sebagai potensi yang sangat menjanjikan.
"Di manapun kalau ada peluang saya datangi, coba saja itu orang pada takut ke Kamerun di suntik sana-sini ada sertifikasinya enggak, selama ada potensi saya masuki karena kalau hanya pasar domestik akan semakin jenuh," ujarnya.
Contoh saat ini adalah Bangladesh dengan nilai kontrak Rp1,3 triliun untuk pembelian 250 kereta.
Pesanan tersebut dari Bangladesh Railway yang memesan kereta penumpang jarak jauh dengan rincian 50 kereta dengan waktu penyelesaian 20 hingga 24 bulan.
Kontrak dimulai pada 20 Juni 2017 dengan nilai kontrak Rp359,5 miliar atau 27 juta dolar AS.
Dari 50 kereta itu akan dikirim 15 unit pada 10 Desember 2018, 18 unit akhir Januari 2019 dan 17 unit akhir Februari 2019.
Kemudian, 200 kereta penumpang jarak jauh dengan kontrak 14 September 2017,jangka waktu penyelesaian 20 hingga 33 tahun senilai Rp975, 5 miliar atau 73,9 juta dolar AS.
Pengiriman tahap pertama dan delapan sebanyak 22 unit, tahap sembilan 24 unit selama April 2019 hingga Agustus 2020.
Untuk Filipina sendiri, Inka sedang mengerjakan sembilan rangkaian kereta (trainset) dari Phillipines National Airlines.
Untuk jenis kereta diesel multiple unit sebanyak dua rangkaian kereta, kontrak dimulai 22 Januari 2018 dengan penyelesaian 24 bulan senilai Rp126,3 miliar.
Sementara itu, untuk jenis yang sama sebanyak empat rangakaian, mulai kontrak 28 Mei 2018, jangka waktu penyelesaian Rp284,2 miliar.
Adapun untuk jenis lokomotif dan kereta penumpang sebanyak tiga rangkaian, mulai kontrak 28 Mei 2018, waktu penyelesaian 24 bulan dengan nilai Rp346,5 miliar.
Budi menyebutkan untuk target pendapatan pada 2019, yaitu Rp3,7 triliun atau meningkat dari 2018 Rp3,1 triliun.
Sementara itu, untuk pendapatan sendiri, Budi menargetkan mencapai Rp100 miliar dari yang saat ini masih Rp80 miliar.
Untuk mengejar target itu, Ia juga menyiapkan sejumlah aksi korporasi, yakni berinvestasi kereta barang di Filipina, Senegal dan Meksiko karena potensi pendapatannya sangat menjanjikan dibandingkan hanya menjual sarana kereta api.
Budi menjelaskan Filipina tengah membangun infrastruktur pengangkutan barang berbasis rel dari pelabuhan kering (dry port) ke Manila Port dengan jarak 52 kilometer dan potensi volume angkutannya 200.000 sampai 250.000 per tahun.
“Kalau pakai truk 300 dolar per TEUs, kita kasih 250 atau 200 dolar per TEUs, kalikan saja 250 ribu sudah 50 juta dolar AS dapat. Katakanlah saya buang 20 juta untuk operasional dan 30 juta dolar ini dibagi dua dengan Filipina, untungnya sudah 15 juta dolar kalikan dengan Rp15.000 per dolar AS, sudah berapa untungnya,” katanya.
Budi menyebutkan potensi pengiriman barang dari Dakar ke Mali sepanjang 1.223 kilometer itu sangat besar karena memangkas biaya logistik dari yang awalnya seminggu lewat jalur darat menjadi dua hari lewat jalur kereta.
Kemudian Meksiko, menurut dia, pengakutan barang yang mulai digagas oleh Presiden Meksiko, yaitu menyambungkan Pantai Timur dan Barat sejauh 320 kilometer sangat menguntungkan karena mengambil sebagian pasar dari Terusan Panama yang mulai padat.
Potensi per harinya 12.000 kapal dengan volume mulai dari 5.000 hingga 50.000 TEUs.
Baca juga: Tingkat daya saing, INKA tawarkan paket pembelian kereta plus pendanaan
Tidak Pernah Cuti
Budi yang telah berkecimpung di dunia perkeretaapian selama 32 tahun itu mengaku tidak pernah cuti, baik sebagai Direktur Logistik dan Pengembangan PT KAI maupun Direktur Utama Inka untuk terus mengejar target perusahaan.
"Saya ini enggak pernah cuti, kalaupun dituruti, saya enggak pulang-pulang ke Kamerun, Meksiko, saya kerja terus, ini saja baru dari Jakarta-Surabaya-Jakarta-Bontang besok ke Solo," ujarnya dengan logat Jawa Timur yang khas.
Budi pun mengaku siap apabila ditempatkan di mana saja meskipun Ia belum tahu apakah Inka akan menjadi pelabuhan terakhirnya dalam berkarier.
"Di mana pun oke saja, tidak ada masalah yang penting bisa berinovasi dan selalu positif," kata pria yang akrab disapa Novi itu.
Meski siap ditempatkan di mana saja, bukan berarti Budi tidak menghadapi tantangan, seperti di Inka, yakni perusahaan yang padat modal serta padat teknologi.
Ia mengaku sulit bersaing dengan China karena pemerintah memberikan bunga yang rendah, sehingga harga jual yang ditawarkan juga rendah dan membuat produk semakin bersaing.
"Saya pikir tantangan utamanya itu, modal. Pemerintah sudah dukung pendanaan dan sudah dimulai dengan banyak fasilitas, tapi perlu ditambah lagi," katanya.
Sementara itu, dengan hadirnya era industri 4.0, maka di satu sisi otomasi harus digenjot di sana-sini untuk mendukung efisiensi dan efektivitas kerja, namun di sisi lain tenaga manusia semakin dikurangi.
Untuk itu, Budi terus meningkatkan kompetensi SDM dengan menyediakan pelatihan untuk memperbarui pengetahuan serte kemampuan terkait teknologi perkeretaapian.
Pada intinya, semua upaya tersebut untuk menjadikan Inka sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa menjadikan Indonesia sebagai negara penyedia sarana perkeretaapian yang berkualitas yang selama ini hanya bergantung kepada Jepang, Korea dan China.
Baca juga: Malaysia tertarik AC kereta buatan INKA
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018