Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah China akhirnya menyepakati permintaan pemerintah RI untuk mencabut larangan sementara impor ikan dan hasil laut dari Indonesia. Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Departemen Kelautan dan Perikanan, Martani Huseini, di Jakarta, Selasa, mengatakan China akan segera membuka kembali jalur ekspor hasil laut dari Indonesia. "China bilang secepat mungkin, tapi kapan pastinya belum disepakati," katanya menjelaskan hasil kunjungan tim Indonesia ke Beijing 5-6 September 2007. Delegasi Indonesia yang terdiri dari Departemen Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan perundingan dengan pemerintah China yang diwakili Departemen Perdagangan dan Badan karantina setempat sehubungan larangan sementara impor produk perikanan Indonesia ke negara tersebut. Menindaklanjuti rencana tersebut, lanjutnya, China saat ini telah mengirimkan tim pemeriksa keamanan pangan ke Indonesia. "Tim China telah datang untuk mengecek langsung keamana pangan di sini," katanya. Martani menilai kedatangan tim China merupakan upaya ketidakinginan China untuk disudutkan berkaitan dengan larangan masuk produk perikanan asal Indonesia ke negara tersebut. "Mereka menganggap keamanan pangan harus sama di seluruh dunia," ujarnya. Untuk menyamakannya, China pun berencana menawarkan bantuan teknis dan tenaga ahli guna meningkatkan standar mutu. Dirjen menegaskan dalam kasus tersebut pemerintah cenderung mengambil tindakan kooperatif dengan tujuan menjaga keberlangsungan hubungan dengan China. "Pemerintah tidak ingin masalah ini jadi berkepanjangan," ujar Martani. Hasil perundingan beberapa hari lalu di China, kedua negara sepakat membuat nota kesepahaman (MOU) tentang standar mutu pangan. Standar "Mutual Recognition Agreement (MRA)" akan dibuat bersama sebagai standar acuan mutu pangan. Dalam MOU tersebut diatur mekanisme kerjasama tentang impor bahan pangan yang aman untuk konsumsi manusia termasuk cara-cara penanganan jika timbul masalah terkait keamanan pangan. "Nanti, tidak ada lagi daerah-daerah yang memberikan sertifikat tanpa diketahui siapa yang menandatangani," katanya. Pejabat daerah yang mengeluarkan "health sertificate" atau sertifikat kesehatan baik yang berasal dari karantina ataupun laboratorium, tambahnya, harus mengirimkan dokumen tanda tangan pengesahan kepada pusat. "Pemerintah harus tahu siapa yang tanggung jawab mengeluarkannya," katanya. Menurut dia MoU tersebut diharapkan dapat ditandatangani pada Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-China tentang Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina di Naning China Oktober 2007.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007