Jakarta (ANTARA News) - Ketua majelis hakim kasasi yang memenangkan gugatan Mantan Presiden Soeharto terhadap majalah TIME Asia, German Hoediarto, membantah mengalami intervensi dalam penanganan perkara tersebut.
Meski dirinya berasal dari kalangan militer, German ketika ditemui di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Selasa, mengaku ia tidak mengalami tekanan dari siapa pun selama menangani perkara tersebut.
"Tidak ada beban. Tidak ada yang menginjak," ujar Ketua Muda Pidana Militer MA itu.
Pria berpangkat Mayor Jendral TNI (Purn) itu juga mengatakan tidak ada pesan-pesan khusus selama menangani kasus tersebut.
"Saya `clean` betul," ujarnya.
German menolak mengomentari pertimbangan yang dibuat oleh majelis hakim dalam putusan perkara yang memenangkan mantan Presiden Soeharto itu.
"Saya tidak boleh mengomentari putusan. Kan sudah jelas ada dalam putusannya, baca saja," ujarnya.
Perkara gugatan perdata Soeharto terhadap majalah TIME bernomor register 3215/K/Pdt/2001 itu diterima MA pada 8 April 2001.
Perkara tersebut mengendap selama enam tahun lebih di MA dan baru diputus pada 30 Agustus 2007.
German mengaku baru menerima perkara itu pada 2007.
Menurut sistem yang berlaku di MA, kewenangan pemilihan majelis hakim untuk menangani suatu perkara berada di Ketua MA.
Sebelumnya, kuasa hukum majalah TIME ASIA, Todung Mulya Lubis, mempertanyakan penunjukan ketua muda militer untuk menangani perkara perdata.
Menurut Todung, penunjukan hakim militer untuk menangani perkara pers yang penting itu mengundang tanda tanya besar.
Gugatan Soeharto terhadap majalah TIME yang memuat hasil investigasi aset kekayaannya di luar negeri pada volume 153 no 20 terbitan 24 Mei 1999 itu ditolak pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding.
PN Jakarta Pusat pada 6 Juni 2000 dan PT DKI Jakarta pada 16 Maret 2001 menilai pemuatan tulisan itu bukan pencemaran nama baik dan justru penyebaran informasi yang berguna bagi masyarakat.
Namun, MA pada 30 Agustus 2007 memutus sebaliknya.
MA menilai pemuatan tulisan dan gambar tentang kekayaan penguasa orde baru itu telah mencemarkan harkat dan martabat Soeharto sebagai jenderal besar TNI dan mantan presiden Indonesia.(*)