Ia mengutarakan itu di Jakarta, Kamis, karena sejak kewajiban penggunaan B20 di berbagai industri berlangsung pada awal September belum terlihat adanya pengurangan impor solar secara signifikan.
"Kita melihat pelaksanaan B20 ini dari 1 September-13 November, belum menunjukkan impor solar, baik dari sisi volume dan sisi devisa BUMN kita sendiri," katanya.
Untuk itu, ia mengharapkan pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian ESDM maupun Pertamina melakukan perbaikan pengawasan dari implementasi B20.
Data Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memperlihatkan impor solar dalam periode 1 September-13 November 2018 justru meningkat hingga 1,28 juta kilo liter atau tumbuh 13,8 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Importir terbesar solar antara lain PT Pertamina yang melakukan impor 680.000.000 liter atau tumbuh 60,72 persen serta Exxonmobil Lubricants Indonesia sebanyak 60.000.000 liter atau tumbuh 62,18 persen.
PT Pertamina juga yang menyumbang devisa impor solar terbesar dalam periode ini yaitu 392,67 juta dolar AS, meski hal ini lebih banyak dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia dan pergerakan kurs.
Meski demikian, berdasarkan segi komposisi volume impor BBM rata-rata harian, impor migas terlihat menurun pada periode 1 September-13 November sebesar 7,5 persen dibandingkan periode 1 Januari-31 Agustus 2018.
Sebelumnya, pemerintah mewajibkan penggunaan B20 untuk mengurangi impor solar, agar defisit neraca transaksi berjalan tidak makin melebar dan berada dalam batas aman dibawah tiga persen terhadap PDB.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018