Jakarta (ANTARA News) - Maulany Ghany Aziz, Kuasa Direksi PT Lintas Nusa Pratama (LNP) sekaligus rekanan Perum Bulog dalam impor sapi dari Australia pada 2001, menggugat perusahan Australia, Austindo, karena dianggap mengingkari kesepakatan impor. Maulany dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, menegaskan dalam gugatan itu dirinya menuntut ganti rugi sekitar Rp4 miliar. "Rencananya kalau berhasil, uang itu akan saya kembalikan kepada Bulog," katanya. Dalam kerja sama dengan LNP, Bulog telah mengucurkan uang sekitar Rp5,7 miliar untuk pengadaan 1.183 sapi dari Australia. Sejumlah 400.000 dolar AS dari jumlah total Rp5,7 miliar uang Bulog dikirim ke rekanan di Australia. Pada akhirnya, sapi dari Australia tidak datang. Selain itu, sapi jaminan dari LNP juga tidak bisa diambil alih oleh Bulog karena pemilik sapi jaminan sekaligus Direktur LNP, Ade Bachtiar, menolak. LNP berkewajiban menyediakan sapi jaminan yang seharusnya bisa diambil alih oleh Bulog jika impor tidak berjalan semestinya. Menurut Maulany, dirinya dimenangkan dalam persidangan di pengadilan tingkat pertama di Australia. Saat ini, Maulany sedang menunggu proses hukum di tingkat Supreme Court. "Saya ingin membuktikan bahwa uang dari Bulog benar-benar saya kirim ke Australia," katanya. Sebelumnya, Maulany Ghany Aziz telah divonis enam tahun penjara, denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp5,079 miliar. Vonis itu dijatuhkan karena Maulany dinilai bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara impor sapi. Perkara impor sapi itu juga menyeret Ketua Tim Monitoring Pengadaan Sapi Potong tahun 2001, Tito Pranolo dan empat anggotanya, Imanusafi, A. Nawawi, Ruchiyat Soebandi dan Mika Ramba Kendenan sebagai terdakwa.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007