Jadi pada musim kering atau musim kemarau, tanggul-tanggul bisa mulai direvitalisasi dan akan siap saat musim hujan datang.

Beberapa waktu belakangan ini, hujan hampir setiap hari menyapa masyarakat di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Rintiknya menyisakan bulir di dedaunan, membasahi jalan-jalan, meninggalkan aroma tanah basah, dan mengakhiri dampak kekeringan yang sempat mengakibatkan sejumlah desa kekurangan air bersih

Kepala Stasiun Geofisika BMKG Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie mengatakan Kabupaten Banjarnegara pada saat ini memasuki musim hujan.

Mulai dasarian I tanggal 1-10 November 2018, curah hujan di wilayah Kabupaten Banjarnegara umumnya bervariasi dari curah hujan kriteria menengah 76-150 milimeter hingga sangat tinggi >300 milimeter.

Dia mengatakan, pada dasarian II, yaitu tanggal 11-20 November 2018, pada umumnya wilayah Banjarnegara berpeluang terjadi curah hujan 101-150 milimeter.

Wilayah Banjarnegara Kecamatan Pandanarum, Kalibening, Punggelan, Karangkobar dan Wanayasa, berpeluang terjadi curah hujan 76-100 milimeter.

Intensitas hujan, kata dia, pada umumnya bervariasi di wilayah Banjarnegara dan juga di kabupaten-kabupaten sekitarnya, seperti Banyumas, Cilacap, hingga Purbalingga.

Kehadiran hujan, dengan segala romantismenya, tentu telah dinantikan oleh masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah-daerah terdampak kekeringan.

Kendati demikian, hujan dengan intensitas tinggi dan durasi yang lama, tentu perlu diwaspadai, guna mencegah terjadinya banjir, terutama oleh masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana banjir dan tanah longsor.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara Arief Rahman telah mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama warga yang tinggal di wilayah perbukitan atau di sekitar lereng agar mewaspadai rekahan tanah.

Pasalnya, peningkatan potensi hujan dikhawatirkan dapat menimbulkan bencana banjir, longsor, genangan, pohon tumbang, hingga jalan licin yang dikhawatirkan bisa membahayakan pengendara.

Kendati demikian, BPBD Banjarnegara juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah panik meski tetap meningkatkan kewaspadaannya.

BPBD Banjarnegara, juga telah menyosialisasikan kepada masyarakat untuk memahami dan mengenali tanda-tanda bencana.

Tanda-tanda bencana itu, misalkan saja, ada retakan tanah yang berpotensi longsor, mata air hilang atau keruh, ada pohon atau tiang listrik yang miring, dan lain sebagainya.

"Kami juga telah mengingatkan masyarakat untuk mengecek lingkungan sekitar, utamanya terkait aliran air hujan atau pembuangan air yang ada dan segera menutup bila terjadi rekahan tanah. Masyarakat juga diimbau untuk memanfaatkan kentongan sebagai tanda bahaya," katanya.

Ketika hujan dan angin kencang, masyarakat juga diingatkan untuk menghindari berteduh/berlindung di bawah pohon dan juga baliho guna menghindari pohon atau baliho tumbang.

Selain itu, dia juga meminta warga untuk melaporkan kepada BPBD Banjarnegara bila memiliki informasi mengenai bencana di wilayah masing-masing.

"Jangan mudah percaya hoaks, jika membutuhkan informasi terkini terkait cuaca, dapat menghubungi kantor BMKG terdekat atau BPBD setempat," katanya.

Sementara itu, Kepala Pusat Mitigasi Bencana LPPM Universitas Jenderal Soedirman Dr. Endang Hilmi menambahkan, pemerintah daerah perlu meningkatkan sosialisasi mengenai potensi cuaca ekstrem.

Sosialisasi secara terus-menerus, sangat perlu dilakukan sebagai salah satu upaya mengurangi risiko bencana, terutama di wilayah rawan.

Dia mengatakan, sosialisasi dapat dilakukan melalui berbagai media, baik radio, televisi lokal, maupun surat kabar.

Menurut dia, upaya mitigasi atau pengurangan risiko bencana sangat penting untuk dilakukan guna meninimalkan jatuhnya korban.

"Meningkatkan upaya sosialisasi kepada masyarakat merupakan salah satu bentuk mitigasi bencana yang perlu untuk dilakukan," katanya.

Mencegah Banjir

Intensitas hujan yang tinggi, dengan durasi yang lama, dikhawatirkan bisa memicu banjir hingga tanah longsor. Kendati demikian, pemerintah dan masyarakat bisa secara bersama-sama melakukan sejumlah upaya untuk pencegahan.

Dosen Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Ardiansyah mengatakan salah satu penyebab banjir adalah meluapnya sungai-sungai.

Dia menjelaskan, banjir terjadi karena kapasitas sungai tidak cukup untuk menampung aliran air, sehingga meluap.

Ketika hujan turun, maka air bisa masuk ke tanah atau terjadi infiltrasi, dan bisa juga mengalir di permukaan mencari sungai.

Dalam kondisi infiltrasi rendah, maka air hujan akan banyak menuju sungai dan mengakibatkan sungai cepat penuh, lalu mengakibatkan banjir.

Infiltrasi rendah, kata dia, bisa terjadi akibat banyaknya tutupan kedap air, biasanya terjadi di wilayah perkotaan yang memiliki banyak bangunan, namun minim wilayah resapan air.

Untuk meminimalkan masalah tersebut, kata dia, upaya meningkatkan resapan di wilayah perkotaan akan dapat membantu.

Misalkan saja, dengan mengaplikasikan teknologi lubang resapan biopori yang bertujuan untuk mengurangi limpasan permukaan.

Selain itu, yang tidak kalah penting, kata dia, adalah antisipasi bencana banjir dengan merevitalisasi tanggul-tanggul yang tersedia.

"Jadi pada musim kering atau musim kemarau, tanggul-tanggul bisa mulai direvitalisasi dan akan siap saat musim hujan datang," katanya.

Selain itu, masyarakat juga harus ikut berperan serta mengantisipasi bencana banjir dengan menghindari semua perilaku yang bisa menyebabkan terhalangnya aliran air.

Misalkan saja, kata dia, masyarakat jangan membuang sampah sembarangan di sungai.

"Ini akan sejalan dengan gerakan bersih sungai di berbagai tempat pada umumnya, namun lebih menitikberatkan kepada upaya pencegahan bencana banjir," katanya.*


Baca juga: PMI Banjarnegara kirim 10 relawan ke Brebes


Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018